Selasa, 27 Maret 2018

ALAT PENDIDIKAN





ALAT PENDIDIKAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
yang diampu oleh Dr. H. Saiful Hadi, M. Pd.



Disusun Oleh :
Anisatul Kamilah (18201501040038)
Jamaluddin Khoiri (18201501040082)
Nurhalimah Irawan (18201501040142)
Taufiqurrahman (18201501040177)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015




                                   KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
            Alhamdulillah wasyukurillah, segala puji  dan syukur kami persembahkan kepada tuhan sang pencipta semesta, karena dengan limpahan rahmat dan hidayahnya, kami senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh kepasrahan. Sholawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada sang pencerah alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa cahaya dari langit untuk bumi yang awalnya kelabu.
            Terimakasih kami ucapkan kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan semangat kepada kami dengan doa dan kasih kami. Tidak lupa pula kami ucapkan terimaksih kepada dosen pengampu, Dr. H. Saiful Hadi,M.Pd. yang telah bersedia membimbing kami, memotivasi kami dalam menyelesaikan makalah ini.
            Kami sadar jika makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mohon dengan sangat hormat kepada Dr. H. Saiful Hadi,M.Pd.  untuk bersedia mengoreksi makalah yang kami susun ini.
Harapan Kami semoga makalah “Ilmu Pendidikan” yang kami susun ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pamekasan, 13 Maret 2016

                  Penulis,



DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................ 2
C.     Tujuan Masalah............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Alat Pendidikan......................................................... 3
B.     Macam-macam Alat pendidikan.................................................. 4
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................... 9
B.     Saran............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10


 BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang, yang mana hasil dari pendidikan itu sendiri dijadikan bekal dalam hidup dan kehidupan baik secara individu maupun sosial masyarakat.
Proses pendidikan adalah proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya, dalam pendidikan terjadi proses belajar yang terjadi karena adanya interakasi antara seseorang dalam lingkungannya. Seseorang telah belajar bisa dilihat dari adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya dalam melakukan interaksi belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, bahan, dan materi pelajaran yang berupa buku, modul, majalah, dan yang sejenisnya dan berbagai sumber belajar dan fasilitas berupa proyektor, overhead, perekam pita audio radio, komputer dan lain-lain.
Berawal dari hal itu, suatu pendidikan dapat berlangsung dengan baik perlu adanya sarana maupun prasarana yang menunjang baik itu pendidikan yang bersifat formal maupun non formal. Dalam setiap situasi pendidikan yang tengah berlangsung diperlukan alat-alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapain tujuan pendidikan tertentu.





B.     Rumusan masalah
      Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian alat pendidikan?
2.         Apa sajakah jenis-jenis alat pendidikan?

C.    Tujuan penulisan
1.         Untuk mengetahui pengertian alat pendidikan.
2.         Supaya kita tahu jenis-jenis alat pendidikan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Alat Pendidikan
          Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, alat diartikan sebagai “barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; barang yang dipakai untuk mencapai suatu maksud; orang yang dipakai untuk mencapai maksud; bagian tubuh (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan) yang mengerjakan sesuatu; segala apa yang dipakai untuk menjalankan kekuasaan negara (seperti polisi, tentara). Dengan demikian, definisi alat cukup luas, tidak hanya terbatas pada barang, melainkan meliputi segala apa yang dipakai untuk mencapai tujuan.[1]
Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Amir Dien Indrakusuma membedakan antara faktor dengan alat pendidikan. Faktor adalah hal atau keadaan yang ikut serta menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pendidikan.
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni ; alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, alat sebagai tujuan (untuk mencapai tujuan selanjtnya).[2]
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikkan dengan media pendidikan, walaupun istilah sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.




B.  Jenis Alat Pendidikan
Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam alat pendidikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ahmad D. Marimba membagi alat pendidikan ke dalam tiga bagian.
1.    Alat-alat yang memeberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan. Alat-alat ini dapat disebut alat-alat untuk pembiasaan.
2.    Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara-cara berfikir.
3.    Alay-alat yang membawa ke arah keheningan batin, kepercayaan dan pengarahan diri sepenuhnya kepad-Nya.
Disamping pembagian di atas, D. Marimba juga membagi alat pendidikan ke dalam dua bagian, yaitu:
1.    Alat-alat langsung, yaitu alat-alat yang bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha (alat-alat positif).
2.    Alat-alat tidak langsung, yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan maksud usaha.
Suwarno membedakan alat-alat pendidikan dari beberapa segi berikut:
1.    Alat pendidikan positif dan negatif; Positif, jika ditunjukkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya: contoh yang baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran. Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang jelek, misalnya: larangan, celaaan, peringatan, ancaman, hukuman.
2.    Alat pendidikan preventif dan korektif; Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik. Mislanya, pembiasaan, pemerintah, pujian, ganjaran. Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk. Misalnya, celaan, ancaman, hukuman.
3.    Alat pendidikan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Menyenangkan, yaitu menimbulkan perasaan senang pada anak-anak. Misalnya, pengajaran dan pujian. Tidak menyenangkan, yaitu yang menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak. Misalnya, hukuman dan celaan.
Sedangkan Amir Daien Indrakusuma membagi alat pendidikan ke dalam dua kelompok;
1.    Alat pendidikan preventif, Ialah alat pendidikan yang bersifat pecegahan. Tujuannya agar hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran proses pendidikan bisa dihindari. Misalnya, tatatertib, anjuran dan perintah, larangan, dan paksaan.
2.    Alat pendidikan representatif (kuratif atau korektif), ialah alat pendidikan yang bersifat penyadaran agar anak kembali kepada hal-hal yang benar, baik dan tertib. Misalnya, pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran.
Madyo Ekosusilo, mengelompokkan alat pendidikan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.    Alat pendidikan yang bersifat material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa bend-benda nyata untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan. Mmisalnya, papan tulis, OHP dan lain-lain.
2.    Alat pendidikan yang bersifat non material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan.[3]
Alat-alat pendidikan yang sangat penting untuk dibicarakan pada bagian ini adalah masalah pembiasaan, pengawasan, perintah, larangan, ganjaran, dan hukuman.
1.    Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-anak kecil belum menyadari apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti susila. Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak lahir anak-anak harus dilatih pada kebiasaan-kebiasaan berupa perbuatan-perbuatan yang baik seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktunya yang tertentu, diberi makan yang teratur, dan sebagainya.


Supaya pembiasaan itu bisa tercapai dan baik hasilnya harus memenuhi beberapa syarat tertentu sebagai berikut:
a.    Mulailah pembiasaan itu sejak dini. Sejak awal anak harus dibiasakan melakukan hal-hal yang baik.
b.    Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang), dijalankan secara teratur, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c.    Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendirian yang telah diambilnya.
d.   Pembiasaan yang awalnya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.
2.    Pengawasan
Diatas telah dikatakan bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Pengawasan itu penting sekali dalam mendidik anak. Karena tanpa pengawasan berarti membiarkan anak berbuat sekehendaknya, anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari dan mana yang harus dilaksanakan, mana yang bahaya dan mana yang tidak.
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup menurut nafsunya saja. Kemungkinan besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat mengetahui kemana arah hidup yang sebenarnya.
Memang, ada pula ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan. Roussean, umpamanya, adalah seorang pendidik yang beranggapan bahwa semua anak yang sejak dilahirkan adalah baik, menganjurkan pendidikan menurut alam. Menurut pendapatnya, anak hendaknya dibiarkan tumbuh menurut alamnya yang baik itu sehingga mengenai hukuman pun Roussean menganjurkan hukuman alami.
3.    Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseoang dan harus dikerjakan oleh orang lain, tetapi dalam hal ini termasuk pula peraturan-peraturan umum yang harus ditaati. Setap perintah dan peraturan dalam pendidikan menandung norma-norma kesusilaan. Jadi, bersifat memberikan arah yang jelas yang mengandung tujuan kearah tujuan susial.
Suatu perintah atau peraturan dapat dengan mudah ditaati oleh anak-anak jika guru sendiri mentaati dan hidup menurut peraturan-peraturan itu. Tidak mungkin suatu aturan sekolah ditaati oleh murid-muridnya jika guru sendiri tidak menaati peraturan yang telah dibuatnya itu.
4.    Larangan
Dalam memberikan perintah sering pula diikuti larangan. Memerintahkan anak didik agar tidak menyontek ketika ulangan sebenarnya mengandung larangan. Jadi, larangan itu biasanya dikeluarkan jika anak didik melakukan sesuatu yang tidak baik, yang merugukan, atau dapat membahayakan dirinya atau diri orang lain. Sebelum guru melaksanakan larangan, ada beberapa syarat yang harus diperhatika sebagai berikut:
a.    Sama halnya dengan perintah, larangan harus diberikan dengan singkat, agar dimengerti maksud larangan itu
b.    Jika mungkin, larangan disertai dengan penjelasan singkat.
c.    Jangan terlalu sering melarang karna akibatna tidak baik bagi perkembangan anak.
d.   Bagi anak didik yang masih kecil seusia sekolah dasar, laranga dapat dicegah dengan mengalihkan perhatian anak kepada sesuatu yang lain yang menarik minatnya.
5.    Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan yang untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Pendidik bermaksud supaya dengan ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk mempertinggi prestasi yang telah dicapainya untuk bekerja atau berbuat lebih lagi.
Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi anak didiknya.
1.      Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
2.      Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, ”Rupanya sudah baik pula tulisanmu, mun, kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi”.
3.      Pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh ”Engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.
4.      Ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan yang lain.
6. Hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang tidak lepas dari sistem kemasyarakatan serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu, dengan kata lain hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang.[4]
Guna mencapai tujuan pendidikan, tentunya dari sekian banyak alat pendidikan dapat dipilih secara selektif. Mana diantaranya yang paling serasi dan efektif untuk digunakan dalam mendidik peserta didik. Guna menanamkan agar peserta didik terbiasa hidup bersih, mungkin teladan dan bimbingan merupakan alat pendidikan yang efektif. Kemudian, untuk memacu prestasi atau motivasi belajar, maka alat pendidikan yang dinilai efektif adalah ganjaran. Nilai rapor atau nilai ujian merupakan salah satu bentuk ganjaran yang dikenal luas di kalangan luas dalam dunia pendidikan.[5]





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat yang terdapat dalam pendidikan meliputi pembiasaaan, pengawasan, perintah, larangan, ganjaran, dan hukuman. Pembiasaan bertolak belakang dengan pengawasan, perintah bertolak belakang dengan larangan, dan ganjaran bertolak belakang dengan hukuman, akan tetapi walaupun bertolak belakang keenam hal tersebut sangat diperlukan dalam pendidikan.
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan oleh penulis bagi pembaca yaitu untuk lebih mengenal lagi jenis alat-alat pendidikan, sehingga kita lebih mudah dalam memberikan pendidikan.

















DAFTAR PUSTAKA
Bahri,Syaiful. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka      
Cipta. 2010.
Salim, Haitam dan Syaiful Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media. 2012.
Kosim, Mohammad. Pengantar Ilmu Pendidikan. Pamekasan: STAIN
Pamekasan. 2006.
---------. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Surabaya: IAIN SA Press. 2012.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosda Karya. 1994.



[1] Mohammad Kosim,Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,(Surabaya:IAIN SA Press,2012),hlm.88
[2] Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Prakti,.(Bandung:Remaja Rosda Karya,1994),hlm.166-167
[3] Moh Kosim,Pengantar Ilmu Pendidikan,(Pamekasan:STAIN Pamekasan,2006),hlm.60-63
[4] Syaiful Bahri,Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:Rineka Cipta,2010),hlm.185-196
[5] Haitami Salim dan Syaiful Kurniawan,Studi Ilmu Pendidikan Islam,(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2012),hal.190



PROFESIONALISME GURU DALAM MEMBINA PESERTA DIDIK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
NURHALIMAH IRAWAN
NIM : 18201501040142
Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan Prodi MPI
Abstrak: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi para pendidik di jenjang pendidikan tinggi.
Pendidik sebagai tenaga profesional yang merupakan faktor penentu mutu pendidikan harus memiliki keterampilan manajeman di sekolah (jones, 2005) dan harus berperan sebagai  pengembang budaya belajar siswa (spanks, 2005:30). Selain itu, guru yang profesional harus memiliki wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang sistem informasi manajeman yang dikenal dengan sebutan sim dewasa ini.
Pendidik yang berkualitas di era informasi ialah guru yang berkinerja tinggi dan profesional dalam melaksanakan berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar yang terkandung pada kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. secara nyata di lingkungan sekolah. Berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar tersebut dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu dalam mengajar, mendidik, melatih, dan membimbing peserta didik di kelas, di laboratorium, di kebun percobaan, dan di kancah belajar lainnya. Selain itu, guru yang berkualitas juga selalu menunjukkan sikap dan perilaku positif berupa: aktif, kreatif-imajinatif, produktif, inovatif, dan progressif dalam melakukan proses pembelajaran dan pendidikan, penelitian, dan penyesuaian diri terhadap berbagai tuntutan lokal, regional, nasional, dan global di era informasi.
Kata kunci:
Faktor-faktor yang mempengaruhi, profesionalisme, kinerja guru.
Pendahuluan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU. RI. No. 20 Tahun 2003 Bab XI pasa39) tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Olehkarena itu, guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsionalnya, karena pendidikan masa datang menuntut keterampilan profesi pendidikan yang berkualitas.[1]
Pendidik secara umum dan pendidik secara spesifik merupakan tenaga profesional yang harus memiliki kemandirian dalam keseluruhan kegiatan pendidikan baik dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, pendidik memegang posisi yang paling strategis. “Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial” (Surya, 2000:4). Depdikbud (1994:63) menyatakan “guru merupakan SDM yang mampu mendayagunakan faktor faktor lainnya sehingga tercipta PBM yang bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan”.
Pendidik adalah tenaga profesional. Oleh karena itu mereka harus “terdidik dan terlatih secara akademik dan profesional serta mendapat pengakuan formal sebagai mana mestinya” (Depdiknas, 2004:1) dan “profesi mengajar harus memiliki status profesi yang membutuhkan pengembangan” (Tilaar, 2001:142). Menyadari hal tersebut, maka pihak Depdiknas melakukan program sertifikasi berupa akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan yang akan menjadi pendidik.[2]
Isi
Arti Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia, “profession berarti pekerjaan”1.Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.[3]
Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.[4]
Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.[5]
Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli . Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.[6]
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis.
Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta.
Adapun mengenai kata Profesional , Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata prifesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.
Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.[7]
Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru danmemiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.[8]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi Bahasa Arab, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Bahasa Arab serta telah berpengalaman dalam mengajar Bahasa Arab sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Bahasa Arab dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.
Membedah Aspek Profesionalisme Guru
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a.    Kompetensi Pedagogik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.    Kompetensi Kepribadian.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c.    Kompetensi Profesioanal.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
d.    Kompetensi Sosial.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar.[9]
Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila ia dari segi:
presage, ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Sedangkan mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu:
presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1.    Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. Latar belakang pre-service dan in-service guru.
b. Pengalaman mengajar guru.
c. Penguasaan pengetahuan keguruan.
d. Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a.    Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).
b.    Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.
c.    Kemampuan guru dalam mengelola kelas.
2.      Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya.
Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni:
a.    Merencanakan program belajar mengajar.
Sebelum membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih dahulu harus mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut, dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan belajar mengajar. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik) dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian).
b.   Menguasai bahan pelajaran.
Kemampuan menguasai bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional penuh mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana Sudjana mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan bahwa keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa, (b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lain yang berkenaan dengan sistuasi pelajaran. Jadi terdapat hubungan yang positif antara penguasaan bahan pelajaran oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Artinya, makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa.
c.       Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar. Melaksanakan atau mengelola program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan mengajar dihentikan, ataukah diubah metodenya, apakah mengulang kembali pelajaran yang lalu, manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan pengajaran. Pada tahap ini di samping pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Misalnya prinsipprinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.
d.      Menilai kemajuan proses belajar mengajar. Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara strukturalobjektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.[10]
Pengaruh Profesionalisme Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa
Pengaruh profesionalisme guru terhadap prestasi belajar siswa dapat dilihat dalam dua hal sebagai berikut:
1. Karena keberadaan guru dalam kelas adalah sebagai manajer bidang studi. Yaitu, orang yang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar di sekolah.
2. Guru di sekolah bertugas menentukan keberhasilan siswa. Oleh karena itu, apabila siswa belum berhasil, maka guru perlu mengadakan remedial. Untuk itu, guru yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar adalah guru yang profesional.
Menyikap Tabir Kelemahan Profesionalisme Guru
Ada beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan
profesionalisme guru, yang antara lain sebagai berikut:
a.    Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak
proporsional. Kenyataan yang dihadapi banyak guru yang berada di daerah terpencil tidak memiliki masa depan, baik bagi pengembangan karirnya maupun kesehatan rohani dan jasmaninya. Dihapuskannya program rotasi semakin menjadikan ciut semangat guru untuk meningkatkan profesionalismenya, karena dalam benaknya sudah merasa bahwa sampai pensiun dia tetap berada di sekolah tersebut.
b.    Rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik semakin tidak
seimbang. Adanya sekolah yang kelebihan guru, namun di sisi lain masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Sekolah yang kelebihan guru timbul ’rebutan’ jam mengajar untuk mencapai ketentuan minimal memperoleh tunjangan profesi. Bahkan ada yang menerapkan team teaching. Sedangkan sekolah yang kekurangan guru terpaksa mengangkat guru honorer/guru tidak tetap (GTT) yang gajinya jauh di bawah upah minimum.
c.    Masih ada guru yang memiliki job di sektor lain. Seringkali diketahui kelas dalam keadaan tanpa guru, karena guru hanya meninggalkan tugas dan melaksanakan tugas di sektor lain. Hal ini masih terjadi karena tidak ada waskat (pengawasan melekat) dari kepala sekolah.
d.   Menumpuknya guru pada pangkat IV/a. Kebanyakan kenaikan pangkat
guru akan berhenti alias ’mentok’, karena tidak menghasilkan karya ilmiah ’secuilpun’. Yang mengejutkan, di sejumlah daerah ada beberapa guru yang berhasil mencapai pangkat IV/b, akan tetapi proses pancapaiannya ’tidak halal’, karena menggunakan PAK (penetapan angka kredit) palsu.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah:
1.    Pemangku kepentingan (pemerintah pusat dan daerah) mengkaji ulang
kebutuhan riil guru di lapangan. Jangan memaksakan membuka lowongan guru jika memang tidak diperlukan (zero growth). Baik pengangkatan reguler (pendaftaran baru) maupun penegerian dari guru honorer. Dihidupkannya kembali sistem rotasi guru untuk memberikan kesempatan bagi guru yang berprestasi dan memberikan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran untuk efek jera.
2.    Pemangku kepentingan melakukan evaluasi akhir tahun ajaran untuk
mengetahui rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik pada setiap
satuan pendidikan. Jika memang ada kelebihan guru di suatu sekolah segera lakukan mutasi ke sekolah lain yang kekurangan. Jika terpaksa tidak ada mutasi maka sekolah yang kelebihan guru dapat menerapkan team teaching dengan bentuk kolaborasi berupa lesson study ataupun class action research (penelitian tindakan kelas). Jadi bukan ’kucing-kucingan’ seperti yang selama ini terjadi.
3.    Pemangku kepentingan melakukan kajian yang mendalam dalam
pengangkatan jabatan kepala sekolah. Sehingga yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah benar-benar dari guru profesional yang berkualitas, bukan karena nepotisme atau sekedar memperpanjang usia pensiun dari jabatan struktural. Dengan harapan ketika bertugas selalu mengutamakan tugas pokok dan fungsinya.
4.    Dengan melakukan langkah nomor 2., maka permasalahan no 4. akan teratasi, karena hasil lesson study ataupun class action research dapat dituangkan sebagai karya tulis berbentuk penelitian. Sehingga guru yang sudah berpangkat IV/a dapat mengajukan DUPAK (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit) minimal dalam jangka waktu 4 tahun.
Solusi yang penulis sampaikan bukanlah yang terbaik. Akan tetapi paling
tidak dapat memberikan pencerahan pada kita dalam mengawal keberhasilan
pendidikan di negeri ini. Apalagi dengan dilaksanakan sertifikasi guru dalam
jabatan, diharapkan profesionalisme guru semakin meningkat dan kualitas
pendidikan kita semakin berjaya.[11]
Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Pembelajaran konstekstual sangat bagus diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas, karena siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Namun metode pembelajaran bukanlah faktor utama keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Metode pembelajaran hanyalah alat/media yang digunakan untuk menuju kualitas pendidikan yang prima, sedangkan pengendaranya adalah guru. Sehingga baik atau tidaknya pendidikan tergantung dari profesi guru sebagai pendidik.
Didalam upaya peningkatan peningkatan profesionalitas guru oleh pemerintah lembaga-lembaga pendidikan, dan guru itu, harus sikron antara pemerintah dengan lembaga-lembaga pendidikan maupun guru itu sendiri.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Faktor lain yang penting dalam meningkatkan profesionaslisme guru adalah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun guru harus diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan yang terprogram dan sistematik. Pelatihan ini juga merupakan arena untuk penyegaran dan tukar menukar pengalaman antar guru. Kinerja guru ditentukan oleh banyak faktor, namun yang paling utama adalah ptofesionaslisme guru. Guru yang professional adalah yang menguasai bahan ajar, menguasai peserta didik, trampil dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran, dan menjadi teuladan dalam penampilan maupun ucapan di kelas dan di sekolah maupun di masyarakat.
Di era global, transformasi berjalan sangat cepat yang kemudian mengantarkan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) dimana pada masyarakat berbasis pengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dominan.Pendidikan bertugas menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai peradaban yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan mencerahkan, serta proses pendidikan yang kreatif.
Penutup
Faktor lain yang penting dalam meningkatkan profesionaslisme guru adalah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun guru harus diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan yang terprogram dan sistematik. Pelatihan ini juga merupakan arena untuk penyegaran dan tukar menukar pengalaman antar guru. Kinerja guru ditentukan oleh banyak faktor, namun yang paling utama adalah profesionaslisme guru. Guru yang professional adalah yang menguasai bahan ajar, menguasai peserta didik, trampil dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran, dan menjadi teladan dalam penampilan maupun ucapan di kelas dan di sekolah maupun di masyarakat.
Daftar Pustaka
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Ikhwanuddin, Syarief, dkk. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: PT Grasindo, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Peserta Didik yang diampu Bapak Abdul Aziz,...