ALAT PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
yang
diampu oleh Dr.
H. Saiful Hadi, M. Pd.
Disusun Oleh
:
Anisatul
Kamilah (18201501040038)
Jamaluddin
Khoiri (18201501040082)
Nurhalimah Irawan (18201501040142)
Taufiqurrahman
(18201501040177)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2015
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah
wasyukurillah, segala puji dan syukur kami
persembahkan kepada tuhan sang pencipta semesta, karena dengan limpahan rahmat
dan hidayahnya, kami senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh
kepasrahan. Sholawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada sang pencerah alam
semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi Muhammad
SAW yang membawa cahaya dari langit untuk bumi yang awalnya kelabu.
Terimakasih
kami
ucapkan kepada kedua orang tua kami
yang selalu memberikan semangat kepada kami dengan doa dan kasih kami. Tidak
lupa pula kami ucapkan terimaksih kepada dosen pengampu, Dr. H. Saiful Hadi,M.Pd. yang
telah bersedia membimbing kami, memotivasi kami dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami
sadar jika makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu kami mohon dengan sangat hormat kepada Dr.
H. Saiful Hadi,M.Pd. untuk bersedia mengoreksi makalah yang kami
susun ini.
Harapan Kami semoga makalah
“Ilmu Pendidikan” yang kami susun ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pamekasan, 13 Maret 2016
Penulis,
DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL...................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................
1
B. Rumusan
Masalah........................................................................
2
C. Tujuan
Masalah............................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Alat Pendidikan.........................................................
3
B. Macam-macam Alat pendidikan..................................................
4
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 9
B. Saran.............................................................................................
9
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
10
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pendidikan
adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan seseorang, yang mana hasil dari pendidikan itu sendiri dijadikan
bekal dalam hidup dan kehidupan baik secara individu maupun sosial masyarakat.
Proses
pendidikan adalah proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang sepanjang
hidupnya, dalam pendidikan terjadi proses belajar yang terjadi karena adanya
interakasi antara seseorang dalam lingkungannya. Seseorang telah belajar bisa
dilihat dari adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang itu yang mungkin
disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan
sikapnya dalam melakukan interaksi belajar tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, bahan, dan materi
pelajaran yang berupa buku, modul, majalah, dan yang sejenisnya dan berbagai sumber
belajar dan fasilitas berupa proyektor, overhead, perekam pita audio radio,
komputer dan lain-lain.
Berawal
dari hal itu, suatu pendidikan dapat berlangsung dengan baik perlu adanya
sarana maupun prasarana yang menunjang baik itu pendidikan yang bersifat formal
maupun non formal. Dalam setiap situasi pendidikan yang tengah berlangsung
diperlukan alat-alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan
yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapain tujuan pendidikan tertentu.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian alat pendidikan?
2.
Apa sajakah jenis-jenis alat pendidikan?
C. Tujuan
penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian alat pendidikan.
2.
Supaya kita
tahu jenis-jenis alat pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alat Pendidikan
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, alat
diartikan sebagai “barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; barang yang
dipakai untuk mencapai suatu maksud; orang yang dipakai untuk mencapai maksud;
bagian tubuh (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan) yang mengerjakan sesuatu;
segala apa yang dipakai untuk menjalankan kekuasaan negara (seperti polisi,
tentara). Dengan demikian, definisi alat cukup luas, tidak hanya terbatas pada
barang, melainkan meliputi segala apa yang dipakai untuk mencapai tujuan.[1]
Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Amir Dien Indrakusuma
membedakan antara faktor dengan alat pendidikan. Faktor adalah hal atau keadaan
yang ikut serta menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah
langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pendidikan.
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek
fungsinya, yakni ; alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah
usaha mencapai tujuan, alat sebagai tujuan (untuk mencapai tujuan selanjtnya).[2]
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikkan
dengan media pendidikan, walaupun istilah sebenarnya pengertian alat lebih luas
dari pada media. Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan
dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara
guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
B. Jenis Alat Pendidikan
Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam alat pendidikan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ahmad D. Marimba membagi alat pendidikan
ke dalam tiga bagian.
1. Alat-alat
yang memeberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan.
Alat-alat ini dapat disebut alat-alat untuk pembiasaan.
2. Alat-alat
untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara-cara berfikir.
3. Alay-alat
yang membawa ke arah keheningan batin, kepercayaan dan pengarahan diri
sepenuhnya kepad-Nya.
Disamping pembagian di atas, D. Marimba juga membagi
alat pendidikan ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Alat-alat
langsung, yaitu alat-alat yang bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha
(alat-alat positif).
2. Alat-alat
tidak langsung, yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal
yang bertentangan dengan maksud usaha.
Suwarno membedakan alat-alat pendidikan dari
beberapa segi berikut:
1. Alat
pendidikan positif dan negatif; Positif,
jika ditunjukkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya: contoh yang
baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran. Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan
mengerjakan sesuatu yang jelek, misalnya: larangan, celaaan, peringatan,
ancaman, hukuman.
2. Alat
pendidikan preventif dan korektif; Preventif,
jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik.
Mislanya, pembiasaan, pemerintah, pujian, ganjaran. Korektif, jika maksudnya memperbaiki, karena anak telah melanggar
ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk. Misalnya, celaan, ancaman, hukuman.
3. Alat
pendidikan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Menyenangkan, yaitu
menimbulkan perasaan senang pada anak-anak. Misalnya, pengajaran dan pujian.
Tidak menyenangkan, yaitu yang menimbulkan perasaan tidak senang pada
anak-anak. Misalnya, hukuman dan celaan.
Sedangkan Amir Daien Indrakusuma membagi alat
pendidikan ke dalam dua kelompok;
1. Alat
pendidikan preventif, Ialah alat pendidikan yang bersifat pecegahan. Tujuannya
agar hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran proses pendidikan
bisa dihindari. Misalnya, tatatertib, anjuran dan perintah, larangan, dan
paksaan.
2. Alat
pendidikan representatif (kuratif atau korektif), ialah alat pendidikan yang
bersifat penyadaran agar anak kembali kepada hal-hal yang benar, baik dan
tertib. Misalnya, pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran.
Madyo Ekosusilo, mengelompokkan alat pendidikan
menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Alat
pendidikan yang bersifat material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa
bend-benda nyata untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan. Mmisalnya,
papan tulis, OHP dan lain-lain.
2. Alat
pendidikan yang bersifat non material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa
keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan
dengan sengaja sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan.[3]
Alat-alat pendidikan yang sangat penting untuk
dibicarakan pada bagian ini adalah masalah pembiasaan, pengawasan, perintah,
larangan, ganjaran, dan hukuman.
1. Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang
penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-anak kecil belum
menyadari apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti
susila. Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan,
pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak lahir anak-anak harus dilatih
pada kebiasaan-kebiasaan berupa perbuatan-perbuatan yang baik seperti
dimandikan dan ditidurkan pada waktunya yang tertentu, diberi makan yang
teratur, dan sebagainya.
Supaya pembiasaan itu bisa tercapai dan baik
hasilnya harus memenuhi beberapa syarat tertentu sebagai berikut:
a. Mulailah
pembiasaan itu sejak dini. Sejak awal anak harus dibiasakan melakukan hal-hal
yang baik.
b. Pembiasaan
itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang), dijalankan secara teratur,
sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan
pengawasan.
c. Pendidikan
hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendirian yang
telah diambilnya.
d. Pembiasaan
yang awalnya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata
hati anak itu sendiri.
2. Pengawasan
Diatas
telah dikatakan bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Pengawasan
itu penting sekali dalam mendidik anak. Karena tanpa pengawasan berarti
membiarkan anak berbuat sekehendaknya, anak tidak akan dapat membedakan yang
baik dan yang buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari dan mana
yang harus dilaksanakan, mana yang bahaya dan mana yang tidak.
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup menurut nafsunya saja. Kemungkinan besar anak
itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat mengetahui kemana arah hidup yang
sebenarnya.
Memang, ada pula ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh
dalam pendidikan. Roussean, umpamanya, adalah seorang pendidik yang beranggapan
bahwa semua anak yang sejak dilahirkan adalah baik, menganjurkan pendidikan
menurut alam. Menurut pendapatnya, anak hendaknya dibiarkan tumbuh menurut
alamnya yang baik itu sehingga mengenai hukuman pun Roussean menganjurkan
hukuman alami.
3. Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut
seseoang dan harus dikerjakan oleh orang lain, tetapi dalam hal ini termasuk
pula peraturan-peraturan umum yang harus ditaati. Setap perintah dan peraturan
dalam pendidikan menandung norma-norma kesusilaan. Jadi, bersifat memberikan
arah yang jelas yang mengandung tujuan kearah tujuan susial.
Suatu perintah atau peraturan dapat dengan mudah
ditaati oleh anak-anak jika guru sendiri mentaati dan hidup menurut
peraturan-peraturan itu. Tidak mungkin
suatu aturan sekolah ditaati oleh murid-muridnya jika guru sendiri tidak
menaati peraturan yang telah dibuatnya itu.
4.
Larangan
Dalam
memberikan perintah sering pula diikuti larangan. Memerintahkan anak didik agar
tidak menyontek ketika ulangan sebenarnya mengandung larangan. Jadi, larangan
itu biasanya dikeluarkan jika anak didik melakukan sesuatu yang tidak baik,
yang merugukan, atau dapat membahayakan dirinya atau diri orang lain. Sebelum
guru melaksanakan larangan, ada beberapa syarat yang harus diperhatika sebagai
berikut:
a. Sama
halnya dengan perintah, larangan harus diberikan dengan singkat, agar
dimengerti maksud larangan itu
b. Jika
mungkin, larangan disertai dengan penjelasan singkat.
c. Jangan
terlalu sering melarang karna akibatna tidak baik bagi perkembangan anak.
d. Bagi
anak didik yang masih kecil seusia sekolah dasar, laranga dapat dicegah dengan
mengalihkan perhatian anak kepada sesuatu yang lain yang menarik minatnya.
5.
Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan yang untuk mendidik anak-anak
supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan.
Pendidik bermaksud supaya dengan ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi
usahanya untuk mempertinggi prestasi yang telah dicapainya untuk bekerja atau
berbuat lebih lagi.
Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran
bagi anak didiknya.
1.
Guru
mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan
oleh seorang anak.
2.
Guru memberi
kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, ”Rupanya sudah baik pula
tulisanmu, mun, kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi”.
3.
Pekerjaan dapat
juga menjadi suatu ganjaran. Contoh ”Engkau akan segera saya beri soal yang
lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu
baik engkau kerjakan.
4.
Ganjaran dapat
juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya
pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan yang lain.
6. Hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang tidak lepas dari sistem kemasyarakatan
serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu, dengan kata lain hukuman adalah
penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan
dengan sengaja oleh seseorang.[4]
Guna
mencapai tujuan pendidikan, tentunya dari sekian banyak alat pendidikan dapat
dipilih secara selektif. Mana diantaranya yang paling serasi dan efektif untuk
digunakan dalam mendidik peserta didik. Guna menanamkan agar peserta didik
terbiasa hidup bersih, mungkin teladan dan bimbingan merupakan alat pendidikan
yang efektif. Kemudian, untuk memacu prestasi atau motivasi belajar, maka alat
pendidikan yang dinilai efektif adalah ganjaran. Nilai rapor atau nilai ujian
merupakan salah satu bentuk ganjaran yang dikenal luas di kalangan luas dalam
dunia pendidikan.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang
untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat yang terdapat dalam pendidikan meliputi
pembiasaaan, pengawasan, perintah, larangan, ganjaran, dan hukuman. Pembiasaan
bertolak belakang dengan pengawasan, perintah bertolak belakang dengan
larangan, dan ganjaran bertolak belakang dengan hukuman, akan tetapi walaupun
bertolak belakang keenam hal tersebut sangat diperlukan dalam pendidikan.
B.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan oleh penulis bagi pembaca yaitu untuk lebih mengenal lagi jenis alat-alat pendidikan, sehingga kita lebih
mudah dalam memberikan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahri,Syaiful. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka
Cipta.
2010.
Salim, Haitam dan
Syaiful Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan
Islam. Jogjakarta:
Ar-Ruzz
Media. 2012.
Kosim, Mohammad. Pengantar
Ilmu Pendidikan. Pamekasan: STAIN
Pamekasan. 2006.
---------. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Surabaya: IAIN
SA Press. 2012.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosda Karya. 1994.
[1] Mohammad
Kosim,Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,(Surabaya:IAIN
SA Press,2012),hlm.88
[2] Ngalim Purwanto,Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Prakti,.(Bandung:Remaja Rosda Karya,1994),hlm.166-167
[3] Moh
Kosim,Pengantar Ilmu Pendidikan,(Pamekasan:STAIN
Pamekasan,2006),hlm.60-63
[4] Syaiful Bahri,Guru
dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:Rineka Cipta,2010),hlm.185-196
[5] Haitami Salim dan Syaiful Kurniawan,Studi Ilmu Pendidikan Islam,(Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media,2012),hal.190
PROFESIONALISME GURU DALAM MEMBINA PESERTA DIDIK UNTUK MENINGKATKAN
MUTU PENDIDIKAN
NURHALIMAH IRAWAN
NIM : 18201501040142
Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan Prodi MPI
Abstrak: Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi para
pendidik di jenjang pendidikan tinggi.
Pendidik sebagai
tenaga profesional yang merupakan faktor penentu mutu pendidikan harus memiliki
keterampilan manajeman di sekolah (jones, 2005) dan harus berperan sebagai pengembang budaya belajar siswa (spanks,
2005:30). Selain itu, guru yang profesional harus memiliki wawasan pengetahuan
dan pengalaman tentang sistem informasi manajeman yang dikenal dengan sebutan
sim dewasa ini.
Pendidik
yang berkualitas di era informasi ialah guru yang berkinerja tinggi dan
profesional dalam melaksanakan berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar
yang terkandung pada kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional. secara nyata di lingkungan sekolah. Berbagai sub kompetensi dan
pengalaman belajar tersebut dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu dalam
mengajar, mendidik, melatih, dan membimbing peserta didik di kelas, di
laboratorium, di kebun percobaan, dan di kancah belajar lainnya. Selain itu,
guru yang berkualitas juga selalu menunjukkan sikap dan perilaku positif
berupa: aktif, kreatif-imajinatif, produktif, inovatif, dan progressif dalam
melakukan proses pembelajaran dan pendidikan, penelitian, dan penyesuaian diri
terhadap berbagai tuntutan lokal, regional, nasional, dan global di era
informasi.
Kata kunci:
Faktor-faktor yang mempengaruhi,
profesionalisme, kinerja guru.
Pendahuluan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran,melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU.
RI. No. 20 Tahun 2003 Bab XI pasa39) tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Olehkarena itu, guru wajib mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan
profesionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas
dan fungsionalnya, karena pendidikan masa datang menuntut keterampilan profesi
pendidikan yang berkualitas.[1]
Pendidik secara umum dan pendidik secara
spesifik merupakan tenaga profesional yang harus memiliki kemandirian dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan baik dalam jalur sekolah maupun luar sekolah,
pendidik memegang posisi yang paling strategis. “Dalam tingkatan operasional,
guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat
institusional, instruksional, dan eksperiensial” (Surya, 2000:4). Depdikbud
(1994:63) menyatakan “guru merupakan SDM yang mampu mendayagunakan faktor
faktor lainnya sehingga tercipta PBM yang bermutu dan menjadi faktor utama yang
menentukan mutu pendidikan”.
Pendidik adalah tenaga profesional. Oleh karena
itu mereka harus “terdidik dan terlatih secara akademik dan profesional serta
mendapat pengakuan formal sebagai mana mestinya” (Depdiknas, 2004:1) dan
“profesi mengajar harus memiliki status profesi yang membutuhkan pengembangan”
(Tilaar, 2001:142). Menyadari hal tersebut, maka pihak Depdiknas melakukan
program sertifikasi berupa akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun
non kependidikan yang akan menjadi pendidik.[2]
Isi
Arti
Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam
Kamus Inggris Indonesia, “profession berarti pekerjaan”1.Arifin dalam
buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti
yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.[3]
Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula
bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang
pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan
sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.
Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian
tertentu.[4]
Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang
menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas.[5]
Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan
bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya
memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi
lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli . Pengertian
profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional
diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang
mengacu pada pelayanan yang ahli.[6]
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi
intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses
pendidikan secara akademis.
Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah
keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan
pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan
yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan
pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan
efisien serta.
Adapun mengenai kata Profesional , Uzer Usman memberikan suatu
kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa
bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan
bagi kepentingan umum. Kata prifesional itu sendiri berasal dari kata sifat
yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata
lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
yang maksimal.
Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah,
suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan
tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau
latihan khusus. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.
Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru
profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.[7]
Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional
merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru danmemiliki tingkat
master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam
mengajar pada kelas-kelas besar.[8]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah
suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu
jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan
profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah
profesionalisme guru dalam bidang studi Bahasa Arab, yaitu seorang guru yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Bahasa Arab serta
telah berpengalaman dalam mengajar Bahasa Arab sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru Bahasa Arab dengan kemampuan yang maksimal
serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan
profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.
Membedah Aspek
Profesionalisme Guru
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas
mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan
menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang
profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki
kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a.
Kompetensi
Pedagogik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
b.
Kompetensi
Kepribadian.
Dalam
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.
c.
Kompetensi
Profesioanal.
Dalam
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan
bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
d.
Kompetensi Sosial.
Dalam
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte
didik, dan masyarakat sekitar.[9]
Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya
mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan
efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk
mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya
seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage,
process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai
guru yang effektif apabila ia dari segi:
presage, ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
presage, ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Sedangkan mutu guru dapat diramalkan dengan tiga
kriteria yaitu:
presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1.
Kriteria
presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur
sebagai berikut:
a.
Latar belakang pre-service dan in-service guru.
b.
Pengalaman mengajar guru.
c.
Penguasaan pengetahuan keguruan.
d.
Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan
melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a.
Kemampuan
guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).
b.
Kemampuan
guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.
c.
Kemampuan
guru dalam mengelola kelas.
2.
Kriteria
product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari
hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di
sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar
guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana
guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan,
metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan
mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu
melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan
dialami oleh murid-muridnya.
Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas
guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak
hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan
ke dalam empat kemampuan yakni:
a.
Merencanakan
program belajar mengajar.
Sebelum
membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih dahulu harus mengetahui
arti dan tujuan perencanaan tersebut, dan menguasai secara teoritis dan praktis
unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan belajar mengajar. Kemampuan
merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan
teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar
dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari perencanaan/program belajar
mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang
harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan
tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa akan dibawa (tujuan), apa
yang harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa
mempelajarinya (metode dan teknik) dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa
telah mencapainya (penilaian).
b.
Menguasai
bahan pelajaran.
Kemampuan
menguasai bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar,
jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional
penuh mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan
pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana
Sudjana mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan
bahwa keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa,
(b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lain yang berkenaan dengan sistuasi
pelajaran. Jadi terdapat hubungan yang positif antara penguasaan bahan
pelajaran oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Artinya,
makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula hasil
belajar yang dicapai siswa.
c.
Melaksanakan
dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar. Melaksanakan atau mengelola
program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah dibuat.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut adalah
keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai
dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus dapat mengambil
keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan mengajar dihentikan,
ataukah diubah metodenya, apakah mengulang kembali pelajaran yang lalu,
manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan pengajaran. Pada tahap ini di samping
pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula
kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Misalnya prinsipprinsip mengajar,
penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, keterampilan
menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau
pendekatan mengajar.
d.
Menilai
kemajuan proses belajar mengajar. Setiap guru harus dapat melakukan penilaian
tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara iluminatif-observatif
maupun secara struktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif
dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dan kemajuan
yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara strukturalobjektif berhubungan
dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka
penilaian hasil belajar siswa.[10]
Pengaruh
Profesionalisme Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa
Pengaruh profesionalisme guru terhadap prestasi belajar siswa
dapat dilihat dalam dua hal sebagai berikut:
1. Karena keberadaan
guru dalam kelas adalah sebagai manajer bidang studi. Yaitu, orang yang
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar di sekolah.
2. Guru di sekolah
bertugas menentukan keberhasilan siswa. Oleh karena itu, apabila siswa belum
berhasil, maka guru perlu mengadakan remedial. Untuk itu, guru yang mampu
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar adalah guru yang
profesional.
Menyikap
Tabir Kelemahan Profesionalisme Guru
Ada beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan
profesionalisme guru, yang antara lain sebagai berikut:
profesionalisme guru, yang antara lain sebagai berikut:
a.
Proses
penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak
proporsional. Kenyataan yang dihadapi banyak guru yang berada di daerah terpencil tidak memiliki masa depan, baik bagi pengembangan karirnya maupun kesehatan rohani dan jasmaninya. Dihapuskannya program rotasi semakin menjadikan ciut semangat guru untuk meningkatkan profesionalismenya, karena dalam benaknya sudah merasa bahwa sampai pensiun dia tetap berada di sekolah tersebut.
proporsional. Kenyataan yang dihadapi banyak guru yang berada di daerah terpencil tidak memiliki masa depan, baik bagi pengembangan karirnya maupun kesehatan rohani dan jasmaninya. Dihapuskannya program rotasi semakin menjadikan ciut semangat guru untuk meningkatkan profesionalismenya, karena dalam benaknya sudah merasa bahwa sampai pensiun dia tetap berada di sekolah tersebut.
b.
Rasio
jumlah guru terhadap jumlah peserta didik semakin tidak
seimbang. Adanya sekolah yang kelebihan guru, namun di sisi lain masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Sekolah yang kelebihan guru timbul ’rebutan’ jam mengajar untuk mencapai ketentuan minimal memperoleh tunjangan profesi. Bahkan ada yang menerapkan team teaching. Sedangkan sekolah yang kekurangan guru terpaksa mengangkat guru honorer/guru tidak tetap (GTT) yang gajinya jauh di bawah upah minimum.
seimbang. Adanya sekolah yang kelebihan guru, namun di sisi lain masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Sekolah yang kelebihan guru timbul ’rebutan’ jam mengajar untuk mencapai ketentuan minimal memperoleh tunjangan profesi. Bahkan ada yang menerapkan team teaching. Sedangkan sekolah yang kekurangan guru terpaksa mengangkat guru honorer/guru tidak tetap (GTT) yang gajinya jauh di bawah upah minimum.
c.
Masih
ada guru yang memiliki job di sektor lain. Seringkali diketahui kelas
dalam keadaan tanpa guru, karena guru hanya meninggalkan tugas dan melaksanakan
tugas di sektor lain. Hal ini masih terjadi karena tidak ada waskat (pengawasan
melekat) dari kepala sekolah.
d.
Menumpuknya
guru pada pangkat IV/a. Kebanyakan kenaikan pangkat
guru akan berhenti alias ’mentok’, karena tidak menghasilkan karya ilmiah ’secuilpun’. Yang mengejutkan, di sejumlah daerah ada beberapa guru yang berhasil mencapai pangkat IV/b, akan tetapi proses pancapaiannya ’tidak halal’, karena menggunakan PAK (penetapan angka kredit) palsu.
guru akan berhenti alias ’mentok’, karena tidak menghasilkan karya ilmiah ’secuilpun’. Yang mengejutkan, di sejumlah daerah ada beberapa guru yang berhasil mencapai pangkat IV/b, akan tetapi proses pancapaiannya ’tidak halal’, karena menggunakan PAK (penetapan angka kredit) palsu.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan di atas adalah:
1.
Pemangku
kepentingan (pemerintah pusat dan daerah) mengkaji ulang
kebutuhan riil guru di lapangan. Jangan memaksakan membuka lowongan guru jika memang tidak diperlukan (zero growth). Baik pengangkatan reguler (pendaftaran baru) maupun penegerian dari guru honorer. Dihidupkannya kembali sistem rotasi guru untuk memberikan kesempatan bagi guru yang berprestasi dan memberikan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran untuk efek jera.
kebutuhan riil guru di lapangan. Jangan memaksakan membuka lowongan guru jika memang tidak diperlukan (zero growth). Baik pengangkatan reguler (pendaftaran baru) maupun penegerian dari guru honorer. Dihidupkannya kembali sistem rotasi guru untuk memberikan kesempatan bagi guru yang berprestasi dan memberikan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran untuk efek jera.
2.
Pemangku
kepentingan melakukan evaluasi akhir tahun ajaran untuk
mengetahui rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik pada setiap
satuan pendidikan. Jika memang ada kelebihan guru di suatu sekolah segera lakukan mutasi ke sekolah lain yang kekurangan. Jika terpaksa tidak ada mutasi maka sekolah yang kelebihan guru dapat menerapkan team teaching dengan bentuk kolaborasi berupa lesson study ataupun class action research (penelitian tindakan kelas). Jadi bukan ’kucing-kucingan’ seperti yang selama ini terjadi.
mengetahui rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik pada setiap
satuan pendidikan. Jika memang ada kelebihan guru di suatu sekolah segera lakukan mutasi ke sekolah lain yang kekurangan. Jika terpaksa tidak ada mutasi maka sekolah yang kelebihan guru dapat menerapkan team teaching dengan bentuk kolaborasi berupa lesson study ataupun class action research (penelitian tindakan kelas). Jadi bukan ’kucing-kucingan’ seperti yang selama ini terjadi.
3.
Pemangku
kepentingan melakukan kajian yang mendalam dalam
pengangkatan jabatan kepala sekolah. Sehingga yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah benar-benar dari guru profesional yang berkualitas, bukan karena nepotisme atau sekedar memperpanjang usia pensiun dari jabatan struktural. Dengan harapan ketika bertugas selalu mengutamakan tugas pokok dan fungsinya.
pengangkatan jabatan kepala sekolah. Sehingga yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah benar-benar dari guru profesional yang berkualitas, bukan karena nepotisme atau sekedar memperpanjang usia pensiun dari jabatan struktural. Dengan harapan ketika bertugas selalu mengutamakan tugas pokok dan fungsinya.
4.
Dengan
melakukan langkah nomor 2., maka permasalahan no 4. akan teratasi, karena hasil
lesson study ataupun class action research dapat dituangkan
sebagai karya tulis berbentuk penelitian. Sehingga guru yang sudah berpangkat
IV/a dapat mengajukan DUPAK (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit) minimal dalam
jangka waktu 4 tahun.
Solusi yang penulis sampaikan bukanlah yang terbaik.
Akan tetapi paling
tidak dapat memberikan pencerahan pada kita dalam mengawal keberhasilan
pendidikan di negeri ini. Apalagi dengan dilaksanakan sertifikasi guru dalam
jabatan, diharapkan profesionalisme guru semakin meningkat dan kualitas
pendidikan kita semakin berjaya.[11]
tidak dapat memberikan pencerahan pada kita dalam mengawal keberhasilan
pendidikan di negeri ini. Apalagi dengan dilaksanakan sertifikasi guru dalam
jabatan, diharapkan profesionalisme guru semakin meningkat dan kualitas
pendidikan kita semakin berjaya.[11]
Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Pembelajaran
konstekstual sangat bagus diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas,
karena siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Namun metode
pembelajaran bukanlah faktor utama keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan. Metode pembelajaran hanyalah alat/media yang digunakan untuk menuju
kualitas pendidikan yang prima, sedangkan pengendaranya adalah guru. Sehingga
baik atau tidaknya pendidikan tergantung dari profesi guru sebagai pendidik.
Didalam upaya
peningkatan peningkatan profesionalitas guru oleh pemerintah lembaga-lembaga
pendidikan, dan guru itu, harus sikron antara pemerintah dengan lembaga-lembaga
pendidikan maupun guru itu sendiri.
Lahirnya
UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru,
sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di dalam
UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan prioritas dalam rangka
pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan
kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan,
perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Faktor lain yang penting dalam meningkatkan
profesionaslisme guru adalah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun
guru harus diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan
yang terprogram dan sistematik. Pelatihan ini juga merupakan arena untuk
penyegaran dan tukar menukar pengalaman antar guru. Kinerja guru ditentukan
oleh banyak faktor, namun yang paling utama adalah ptofesionaslisme guru. Guru
yang professional adalah yang menguasai bahan ajar, menguasai peserta didik,
trampil dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran, dan menjadi teuladan
dalam penampilan maupun ucapan di kelas dan di sekolah maupun di masyarakat.
Di
era global, transformasi berjalan sangat cepat yang kemudian mengantarkan
masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) dimana pada
masyarakat berbasis pengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat
dominan.Pendidikan bertugas menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai
peradaban yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang kondusif, aktivitas
pembelajaran yang menarik dan mencerahkan, serta proses pendidikan yang
kreatif.
Penutup
Faktor lain yang penting dalam meningkatkan
profesionaslisme guru adalah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun
guru harus diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan
yang terprogram dan sistematik. Pelatihan ini juga merupakan arena untuk
penyegaran dan tukar menukar pengalaman antar guru. Kinerja guru ditentukan
oleh banyak faktor, namun yang paling utama adalah profesionaslisme guru. Guru yang professional adalah yang menguasai bahan
ajar, menguasai peserta didik, trampil dalam memilih dan menggunakan metode
pembelajaran, dan menjadi teladan dalam penampilan maupun ucapan di kelas dan
di sekolah maupun di masyarakat.
Daftar Pustaka
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Hamalik,
Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Ikhwanuddin, Syarief,
dkk. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: PT
Grasindo, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar