Selasa, 27 Maret 2018

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AHMAD DAHLAN




KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AHMAD DAHLAN

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Filsafat  Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I





Disusun Oleh :
Nurhalimah Irawan
NIM. 18201501040142

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016



                                   KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
            Alhamdulillah wasyukurillah, segala puji  dan syukur saya persembahkan kepada Tuhan sang pencipta semesta, karena dengan limpahan rahmat dan hidayahnya, saya senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh kepasrahan. Sholawat serta salam tidak lupa saya haturkan kepada sang pencerah alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa cahaya dari langit untuk bumi yang awalnya kelabu.
            Terimakasih saya ucapkan kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada saya. Tidak lupa pula saya ucapkan terimaksih kepada dosen pengampu, Dr. Mohammad Thoha,M.Pd.I yang telah bersedia membimgbing saya, memotivasi saya dalam menyelesaikan makalah ini.
            Saya sadar jika makalah yang saya susun ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya mohon dengan sangat hormat kepada Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I.  untuk bersedia mengoreksi makalah yang saya susun ini.
Harapan saya semoga makalah “Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Ahmad Dahlan” yang saya susun ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pamekasan, 18 Maret 2016

                  Penulis,

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................  ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ............................................................................  1
B.     Rumusan Masalah........................................................................ 2
C.     Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN                        
A.    Biografi Ahmad Dahlan............................................................... 3
B.     Setting pemikiran Ahmad Dahlan................................................ 5
C.     Konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam..... 6
D.    Model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan....................... 8
E.     Relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam   masa kini. 9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................... 10
B.     Saran............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12




BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, apalagi di masa kini yang serba modern. Pendidikanlah yang sangat berperan penting untuk menyelaraskan dengan kemajuan zaman yang begitu pesat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.[1]
Berdasarkan hal itu, maka perlu juga dikaji tentang pendidikan Islam. Karena pendidikan Islam juga bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang bertaqwa dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrawi yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Peranan pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter peserta didik memang sangatlah penting, dalam hal ini perlu kita kembangkan terus pendidikan agama Islam diberbagai bidang agar tercipta tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk lebih mengerti tentang bagaimana cara yang efektif untuk mengembangkannya, maka kita perlu mendapatkan gambaran bagaimana penyelenggaraan pendidikan Islam. Mengingat hal tersebut maka penulis akan mengangkat tentang konsep pemikiran salah satu tokoh pendidikan dalam mengembangkan pendidikan Islam yaitu, K.H. Ahmad Dahlan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.




[1] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.3-11




B.  Rumusan masalah
1.    Bagaimana biografi Ahmad Dahlan?
2.    Bagaimana setting sosial pemikiran Ahmad Dahlan?
3.    Bagaimana konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam?
4.    Seperti apa model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan?
5.    Bagaimana relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam masa kini?

C.  Tujuan penulisan
a.    Untuk mengetahui biografi Ahmad Dahlan.
b.    Untuk mengetahui setting sosial pemikiran Ahmad Dahlan.
c.    Untuk mengetahui konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam.
d.   Untuk mengetahui model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan.
e.    Untuk mengetahui relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam masa kini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Biografi Ahmad Dahlan
1.    Riwayat Hidup
K.H. Ahmad Dahlan sewaktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 M atau 1285 H di kampung Kauman, Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama yang bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat khatib dan imam di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Dan ibunya bernama Siti Aminah binti K.H. Ibrahim, pejabat penghulu kesultanan Yogyakarta. Muhammad Darwis adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya adalah perempuan, kecuali adik bungsunya. Adapun urutan saudara Muhammad Darwis adalah: (1) Nyai Chatib Arum, (2) Nyai Muhsinah (Nyai Nur), (3) Nyai H. Sholeh, (4) Muhammad Darwis (K.H. Ahmad Dahlan), (5) Nyai Abdurrahman, (6) Nyai H. Muhammad Fekih (Ibu H. Ahmad Badawi), dan (7) Muhammad Basir.[1]
K.H. Ahmad Dahlan pernah menikah dengan Nyai Abdullah (janda dari H. Abdullah). Pernah juga menikah dengan Nyai Rum (adik Kyai Munawwir Krapyak), beliau juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah, pernah juga menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta . Dan terakhir beliau menikah dengan Ibu Walidah binti Kyai Fadhil (terkenal dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal dunia. K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 M atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.[2]
2.  Riwayat Pendidikan
Semenjak kecil, K.H. Ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera Kyai (anak orang alim). Pendidikan dasarnya dimulai dengan membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab Agama Islam. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya sendiri K.H. Abu Bakar. Pada usia 8 tahun K.H. Ahmad Dahlan telah lacar membaca Al-Qur’an hingga khatam. Selanjutnya beliau belajar ilmu fiqh kepada K.H. Muhammad Shaleh, Nahwu kepada K.H. Muhsin (yang keduanya adalah kakak ipar Muhammad Darwis sendiri), ilmu falak kepada K.H. Dahlan, ilmu hadits kepada K.H. Mahfudz dan Syekh  Khayyat Sattokh, dan ilmu qira’at Al-Qur’an kepada Syekh Amin dan Sayyid Bakri serta beberapa guru lainnya.
Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah gurunya, pada tahun 1980 M (1308 H) K.H. Ahmad Dahlan berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan hasil kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, beliau berangkat lagi ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, beliau banyak bertemu dan melakukan muzakkarah (pertukaran tentang suatu masalah/ pengulangan pelajaran secara bersama-sama) dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekah. Diantara ulama tersebut adalah: Syekh Muhammad Khatib Al-Minangkabawi, Kyai Nawawi Al-Banteni, Kyai Mas Abdullah, dan Kyai Fakih Rembang. Beliau juga mendatangi ulama mahzab Syafi’i Bakri Syata dan mendapat ijazah nama H. Ahmad Dahlan.
Pada saat itu pula, K.H. Ahmad Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim Al-Jauziyah, Muhammad bin Abd Al-Wahab, Jamal Al- Din Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam tersebut, telah membuka wawasan Dahlan tentang Universitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat perhatian khusus ketika itu.[3]

B.  Setting Sosial Pemikiran Ahmad Dahlan
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berawal dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kemujadan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik Kolonial Belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan K.H. Ahmad Ahmad Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungan pertamanya ke Mekah. Kemudian ide tersebut lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua. Hal ini berarti, bahwa kedua kunjungannya tersebut merupakan proses terjadinya kontak intelektualnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan  ide-ide pembaharuan yang terjadi di Timur Tengah pada awal abad ke XX.[4]
K.H. Ahmad Dahlan sangat merasakan kemunduran umat Islam di tanah air. Hal itu merisaukan hatinya, beliau merasa bertanggung jawab dan berkewajiban membangunkan, menggerakkan, dan memajukan mereka. Beliau sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilakukannya sendiri, harus dilakukan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Serta kerja sama antara beberapa orang itu tidak mungkin terlaksana tanpa adanya sebuah organisasi.
Dengan pemahaman semacam itu, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi atau perkumpulan yang beliau beri nama “Muhammadiyah”. Faktor lain yang mendorong lahirnya Muhammadiyah adalah sikap keberagaman umat Islam yang masih belum rasional (banyak bercampur dengan syirik, khufarat, bid’ah, dan taqlid) pada waktu itu dinilai sangat sinkietis (campur aduk) dan diselimuti oleh tradisi Hindhu-Budha dalam menjalankan ibadah ritual.  Hal ini ditambah sistem pendidikan yang lebih menekankan kepada kemampuan mengaji bukan mengkaji sehingga menimbulkan pemikiran yang tradisonal, kurang rasional.
Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan. Secara umum ide-ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu:
1.    Mengajak umat Islam untuk keluar dari jaringan pemikiran Tradisional melalui interpretasi (pandangan) terhadap doktrin (ajaran) Islam dalam rumusan masalah dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio (akal).
2.    Berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam.[5]

C.  Konsep Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Islam
Corak pemikiran pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan tidak terlepas dari setting sosial pada waktu itu. Salah satu sebabnya dari keterbelakangan dan kemunduran umat Islam ketika itu adalah kurangnya pengetahuan umum pada lembaga pendidikan Islam, misalnya pesantren. Memang di Indonesia pada waktu itu mengalami dikotomi (pembagian dua kelompok yang saling bertentangan) dalam bidang pendidikan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Pada satu sisi dilihatnya sekolah-sekolah umum rintisan Belanda (His dan Mulo), mengajarkan ilmu umum secara murni, sedangkan disisi lain sekolah-sekolah agama terutama pesantren, hanya mengajarkan ilmu agama.
Perlunya keseimbangan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama dalam sebuah pendidikan agama Islam yang bermutu dan progresif  akan memicu K.H. Ahamad Dahlan untuk mengkolaborasikan sistem pendidikan madrasah dengan sistem pendidikan pesantren. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang tidak membeda-bedakan antara ilmu agama dan ilmu umum tersebut adalah sangat relevan dengan ajaran Al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan yang tidak terbatas pada ilmu agama dan syari’ah saja, namun Al-Qur’an juga mengajak mempelajari ilmu-ilmu duniawi, karena ilmu duniawi menjadi salah satu sarana untuk membangun dan meningkatkan standar kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta untuk mencapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan tujuan pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.[6]
Dengan asumsi ini maka output pendidikan yang dikehendaki K. H. Ahmad Dahlan yaitu, pertama Muslim yang bermoral tinggi yang bersumber dari ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan pemahaman secara luas, kedua Muslim yang memiliki individualitas bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan jasmani dan rohani antara iman dan akalnya, antara perasaan dan pikirannya, antara ilmu duniawi dan ukhrawi, ketiga Muslim yang memiliki sikap sosial politik dalam arti selalu siap sedia untuk bekerja memajukan masyarakatnya. Ketiga hal tersebut harus terpadu, yang merupakan satu peleburan yang harmonis, yang akan melahirkan satu pribadi muslim yang layak disebut hamba Allah atau Abdullah.[7]
Maka dari itu pendidikan Islam harus berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi. Selain itu pendidikan Islam bukan hanya sekedar pendidikan budaya dan juga bukan hanya sekedar pendidikan yang semata-mata berorientasi pada upaya pengembangan dan pelestarian sosio-kultural tertentu, tetapi sekaligus lebih utama menanamkan pengetahuan yang berguna dalam rangka merealisasikan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. dan Khalifatullah.
K.H. Ahmad Dahlan juga memandang bahwasanya peserta didik mempunyai potensi yang sangat mendasar yaitu akal, yang secara kontinuitas (kelanjutan) perlu dipelihara serta dikembangkan guna untuk menyeimbangkan antara kemampuan lahiriah dan batiniah, duniawi dan ukhrawi. Pandangan ini sangat relevan dengan konsep pendidikan Islam yang mana peserta didik merupakan orang yang belum dewasa akan tetapi mempunyai sejumlah kemampuan atau potensi dasar yang sangat perlu untuk ditumbuhkembangkan.
Disisi lain beliau juga mengemukakan bahwa materi dalam sebuah lembaga pendidikan tidak hanya terfokuskan mempelajari satu disiplin ilmu saja akan tetapi dari berbagai disiplin ilmu bahkan antara satu dengan yang lain saling bertautan. Pandangan ini ada titik temunya apabila dikaitkan dengan kurikulum pendidikan Islam, dimana kurikulum terdiri dari beberapa aspek mulai dari yang bersifat teoritis atau bersifat praktis.
Oleh karena itu K.H. Ahmad Dahlan, berupaya mengelola pendidikan Islam secara profesional dan modern dengan menggunakan sistem klasikal, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai modernitas dan era gloalisasi.

D.  Model Pendidikan Islam Menurut Ahmad dahlan
Seiring dengan tuntutan zaman pengembangan pendidikan Islam yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan pada waktu itu merupakan awal dari pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam. Pendidikan yang merupakan salah satu sarana untuk pembangunan umat seharusnya diletakkan pada skala prioritas. Maka dari itu K.H. Ahmad Dahlan mengembangkan sistem pendidikan, pertama menambah dan memasukkan pendidikan agama dalam sekolah yang mengikuti pola gubernemen (Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem gubernemen).[8] Sedangkan yang kedua adalah sistem madrasah yang banyak muatan pelajaran agama akan tetapi tetap mempertimbangkan muatan pelajaran umum. Kedua sistem tersebut di atas mempunyai titik temu dengan pola pendidikan yang dikemukakan oleh Ismail Faruqi, di antara pola itu adalah internalisasi sains dan IPTEK ke dalam ilmu agama (ilmu agama diumumkan). Kedua pola ini menepis dikotomi ilmu agama dan ilmu umum.
Sistem pendidikan yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bila ditinjau dari segi teoritis dan praktis, maka akan bermuara pada konsep fitrah yang intinya bahwa manusia diciptakan sebagai abd yang tugasnya adalah ibadah, disisi yang lain manusia juga diciptakan sebagai khalifatufilard. Untuk mengaktualisasikan hal itu maka potensi peserta didik harus seimbang, baik dari segi aspek Aqliyah, aspek Jismiyah, maupun aspek Khuluqiyah (kognitif, psikomotorik, dan afektif).


E.  Relevansi Pemikiran Ahmad Dahlan terhadap Pendidikan Masa Kini
Untuk membangun upaya Tarbiyah (pendidikan umat manusia), khususnya di negara Indonesia, maka langkah awal yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya membangun sistem pendidikan muda Muhammadiyah tersebut, dan juga untuk meneruskan serta melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan umat Islam di Inonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah adalah dengan mendidik para calon “pamongpraja” (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang pada saat itu dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena beliau sendiri diizinkan oleh pemerintah Kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua skolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi seseorang yang mempunyai pengaruh luas di tengah kehidupan masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) da Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). K.H. Ahmad Dahlan mengajarkan agam Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
Dalam konteks masa kini, nampaknya bentuk stategis yang dipilih oleh K.H. Ahmad Dahlan sangatlah relevan, yaitu dalam rangka mempercepat transformasi pengetahuan keagamaan yang terintegrasi dalam berbagai kegiatan kehidupan harus menjiwai para pendidik muslim di berbagai jenis lembaga pendidikan.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Tujuan pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Output pendidikan yang dikehendaki K. H. Ahmad Dahlan yaitu, pertama Muslim yang bermoral tinggi yang bersumber dari ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan pemahaman secara luas, kedua Muslim yang memiliki individualitas bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan jasmani dan rohani antara iman dan akalnya, antara perasaan dan pikirannya, antara ilmu duniawi dan ukhrawi, ketiga Muslim yang memiliki sikap sosial politik dalam arti selalu siap sedia untuk bekerja memajukan masyarakatnya. Ketiga hal tersebut harus terpadu, yang merupakan satu peleburan yang harmonis, yang akan melahirkan satu pribadi muslim yang layak disebut hamba Allah atau Abdullah.
Maka dari itu pendidikan Islam harus berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi. Selain itu pendidikan Islam bukan hanya sekedar pendidikan budaya dan juga bukan hanya sekedar pendidikan yang semata-mata berorientasi pada upaya pengembangan dan pelestarian sosio-kultural tertentu, tetapi sekaligus lebih utama menanamkan pengetahuan yang berguna dalam rangka merealisasikan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. dan Khalifatullah.


B.  Saran
Diharapkan agar Mahasiswa dan pembaca mampu memahami dan mempelajari tentang studi pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan pendidikan Islam.
Dengan mempelajari hal ini Mahasiswa dan pembaca mampu mengembangkan pemikirannya melalui pemikiran-pemikiran para tokoh pendidikan yang salah satunya peran dari K.H. Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan pendidikan.







DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
               .


[1] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.234
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.94
[3] Nizar, dkk, Filasafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.100-101
[4] Ibid., hlm. 103
[5] Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana, 2001), hlm.256
[6] Nizar, dkk, Filasafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.107
[7] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.79
[8] Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015), hlm.188

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Peserta Didik yang diampu Bapak Abdul Aziz,...