KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF AHMAD DAHLAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I
Disusun Oleh
:
Nurhalimah Irawan
NIM.
18201501040142
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah
wasyukurillah, segala puji dan
syukur saya persembahkan kepada Tuhan sang pencipta semesta, karena dengan limpahan
rahmat dan hidayahnya, saya senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh
kepasrahan. Sholawat serta salam tidak lupa saya haturkan kepada sang pencerah
alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi
Muhammad SAW yang membawa cahaya dari langit untuk bumi yang awalnya kelabu.
Terimakasih
saya ucapkan kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan semangat dan
doanya kepada saya. Tidak lupa pula saya ucapkan terimaksih kepada dosen
pengampu, Dr. Mohammad Thoha,M.Pd.I yang
telah bersedia membimgbing saya, memotivasi saya dalam menyelesaikan makalah
ini.
Saya
sadar jika makalah yang saya susun ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu saya mohon dengan sangat hormat kepada Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I. untuk bersedia mengoreksi makalah yang saya
susun ini.
Harapan saya semoga makalah
“Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Ahmad Dahlan” yang saya susun ini
menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pamekasan, 18 Maret 2016
Penulis,
DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL...................................................................................
i
KATA
PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah........................................................................
2
C. Tujuan
Penulisan..........................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Biografi Ahmad Dahlan...............................................................
3
B. Setting pemikiran Ahmad Dahlan................................................ 5
C. Konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam..... 6
D. Model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan....................... 8
E. Relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan
Islam masa kini. 9
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................
10
B. Saran.............................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan adalah suatu kebutuhan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia, apalagi di masa kini yang serba
modern. Pendidikanlah yang sangat berperan penting untuk menyelaraskan dengan
kemajuan zaman yang begitu pesat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah maupun
di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang
akan datang.[1]
Berdasarkan hal itu, maka perlu juga
dikaji tentang pendidikan Islam. Karena pendidikan Islam juga bertujuan untuk
membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang bertaqwa dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrawi yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits.
Peranan pendidikan agama Islam dalam
pembentukan karakter peserta didik memang sangatlah penting, dalam hal ini
perlu kita kembangkan terus pendidikan agama Islam diberbagai bidang agar
tercipta tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk lebih mengerti tentang
bagaimana cara yang efektif untuk mengembangkannya, maka kita perlu mendapatkan
gambaran bagaimana penyelenggaraan pendidikan Islam. Mengingat hal tersebut
maka penulis akan mengangkat tentang konsep pemikiran salah satu tokoh
pendidikan dalam mengembangkan pendidikan Islam yaitu, K.H. Ahmad Dahlan dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam.
[1] Redja
Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.3-11
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
biografi Ahmad Dahlan?
2. Bagaimana
setting sosial pemikiran Ahmad Dahlan?
3. Bagaimana
konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam?
4. Seperti
apa model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan?
5. Bagaimana
relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam masa kini?
C. Tujuan
penulisan
a. Untuk
mengetahui biografi Ahmad Dahlan.
b. Untuk
mengetahui setting sosial pemikiran Ahmad Dahlan.
c. Untuk
mengetahui konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam.
d. Untuk
mengetahui model pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan.
e. Untuk
mengetahui relevansi pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam masa
kini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ahmad Dahlan
1. Riwayat
Hidup
K.H. Ahmad Dahlan sewaktu mudanya
bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 M atau 1285 H di
kampung Kauman, Yogyakarta. Ayahnya seorang ulama yang bernama K.H. Abu Bakar
bin K.H. Sulaiman, pejabat khatib dan imam di Masjid Besar Kesultanan
Yogyakarta. Dan ibunya bernama Siti Aminah binti K.H. Ibrahim, pejabat penghulu
kesultanan Yogyakarta. Muhammad Darwis adalah anak ke empat dari tujuh
bersaudara yang keseluruhan saudaranya adalah perempuan, kecuali adik bungsunya.
Adapun urutan saudara Muhammad Darwis adalah: (1) Nyai Chatib Arum, (2) Nyai
Muhsinah (Nyai Nur), (3) Nyai H. Sholeh, (4) Muhammad Darwis (K.H. Ahmad
Dahlan), (5) Nyai Abdurrahman, (6) Nyai H. Muhammad Fekih (Ibu H. Ahmad
Badawi), dan (7) Muhammad Basir.[1]
K.H. Ahmad Dahlan pernah menikah
dengan Nyai Abdullah (janda dari H. Abdullah). Pernah juga menikah dengan Nyai
Rum (adik Kyai Munawwir Krapyak), beliau juga mempunyai putra dari
perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah, pernah juga menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta .
Dan terakhir beliau menikah dengan Ibu Walidah binti Kyai Fadhil (terkenal
dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya hingga beliau meninggal dunia. K.H.
Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 M atau bertepatan dengan 7
Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.[2]
2.
Riwayat Pendidikan
Semenjak
kecil, K.H. Ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera Kyai (anak orang
alim). Pendidikan dasarnya dimulai dengan membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an,
dan kitab-kitab Agama Islam. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya
sendiri K.H. Abu Bakar. Pada usia 8 tahun K.H. Ahmad Dahlan telah lacar membaca
Al-Qur’an hingga khatam. Selanjutnya beliau belajar ilmu fiqh kepada K.H. Muhammad
Shaleh, Nahwu kepada K.H. Muhsin (yang keduanya adalah kakak ipar Muhammad
Darwis sendiri), ilmu falak kepada K.H. Dahlan, ilmu hadits kepada K.H. Mahfudz
dan Syekh Khayyat Sattokh, dan ilmu
qira’at Al-Qur’an kepada Syekh Amin dan Sayyid Bakri serta beberapa guru
lainnya.
Setelah
beberapa waktu belajar dengan sejumlah gurunya, pada tahun 1980 M (1308 H) K.H.
Ahmad Dahlan berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus
melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas
dengan hasil kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, beliau berangkat
lagi ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini,
beliau banyak bertemu dan melakukan muzakkarah (pertukaran tentang suatu
masalah/ pengulangan pelajaran secara bersama-sama) dengan sejumlah ulama
Indonesia yang bermukim di Mekah. Diantara ulama tersebut adalah: Syekh
Muhammad Khatib Al-Minangkabawi, Kyai Nawawi Al-Banteni, Kyai Mas Abdullah, dan
Kyai Fakih Rembang. Beliau juga mendatangi ulama mahzab Syafi’i Bakri Syata dan
mendapat ijazah nama H. Ahmad Dahlan.
Pada
saat itu pula, K.H. Ahmad Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan
yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer
Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim Al-Jauziyah, Muhammad bin Abd Al-Wahab,
Jamal Al- Din Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya.
Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam tersebut, telah membuka
wawasan Dahlan tentang Universitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam
dengan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, K.H. Ahmad Dahlan
mendapat perhatian khusus ketika itu.[3]
B. Setting Sosial Pemikiran Ahmad
Dahlan
Hampir seluruh pemikiran
K.H. Ahmad Dahlan berawal dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi
global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kemujadan (stagnasi),
kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik
Kolonial Belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi
dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan K.H. Ahmad Ahmad
Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungan pertamanya ke Mekah.
Kemudian ide tersebut lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua. Hal
ini berarti, bahwa kedua kunjungannya tersebut merupakan proses terjadinya
kontak intelektualnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan ide-ide pembaharuan yang terjadi di Timur
Tengah pada awal abad ke XX.[4]
K.H. Ahmad Dahlan sangat
merasakan kemunduran umat Islam di tanah air. Hal itu merisaukan hatinya,
beliau merasa bertanggung jawab dan berkewajiban membangunkan, menggerakkan,
dan memajukan mereka. Beliau sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin
dilakukannya sendiri, harus dilakukan oleh beberapa orang yang diatur secara
seksama. Serta kerja sama antara beberapa orang itu tidak mungkin terlaksana
tanpa adanya sebuah organisasi.
Dengan pemahaman semacam
itu, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi atau perkumpulan yang beliau
beri nama “Muhammadiyah”. Faktor lain yang mendorong lahirnya Muhammadiyah
adalah sikap keberagaman umat Islam yang masih belum rasional (banyak bercampur
dengan syirik, khufarat, bid’ah, dan taqlid) pada waktu itu dinilai sangat sinkietis
(campur aduk) dan diselimuti oleh tradisi Hindhu-Budha dalam menjalankan
ibadah ritual. Hal ini ditambah sistem
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemampuan mengaji bukan mengkaji
sehingga menimbulkan pemikiran yang tradisonal, kurang rasional.
Latar belakang situasi dan
kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan.
Secara umum ide-ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan diklasifikasikan kepada dua
dimensi, yaitu:
1.
Mengajak umat
Islam untuk keluar dari jaringan pemikiran Tradisional melalui interpretasi (pandangan) terhadap doktrin (ajaran) Islam dalam
rumusan masalah dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio (akal).
2.
Berupaya
memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khufarat, tahayul, dan bid’ah
yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam.[5]
C. Konsep Pemikiran Ahmad Dahlan
Tentang Pendidikan Islam
Corak pemikiran pendidikan
Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan tidak terlepas dari setting sosial pada waktu
itu. Salah satu sebabnya dari keterbelakangan dan kemunduran umat Islam ketika
itu adalah kurangnya pengetahuan umum pada lembaga pendidikan Islam, misalnya
pesantren. Memang di Indonesia pada waktu itu mengalami dikotomi (pembagian
dua kelompok yang saling bertentangan) dalam bidang pendidikan antara
pendidikan agama dan pendidikan umum. Pada satu sisi dilihatnya sekolah-sekolah
umum rintisan Belanda (His dan Mulo), mengajarkan ilmu umum secara murni,
sedangkan disisi lain sekolah-sekolah agama terutama pesantren, hanya
mengajarkan ilmu agama.
Perlunya keseimbangan
antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama dalam sebuah pendidikan
agama Islam yang bermutu dan progresif akan memicu K.H. Ahamad Dahlan untuk
mengkolaborasikan sistem pendidikan madrasah dengan sistem pendidikan
pesantren. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang tidak membeda-bedakan antara ilmu
agama dan ilmu umum tersebut adalah sangat relevan dengan ajaran Al-Qur’an
tentang ilmu pengetahuan yang tidak terbatas pada ilmu agama dan syari’ah saja,
namun Al-Qur’an juga mengajak mempelajari ilmu-ilmu duniawi, karena ilmu
duniawi menjadi salah satu sarana untuk membangun dan meningkatkan standar
kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta untuk mencapai kehidupan
yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan
tujuan pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim
yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.[6]
Dengan
asumsi ini maka output pendidikan yang dikehendaki K. H. Ahmad Dahlan yaitu, pertama
Muslim yang bermoral tinggi yang bersumber dari ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah
dengan pemahaman secara luas, kedua Muslim yang memiliki individualitas
bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan jasmani dan rohani antara iman
dan akalnya, antara perasaan dan pikirannya, antara ilmu duniawi dan ukhrawi, ketiga
Muslim yang memiliki sikap sosial politik dalam arti selalu siap sedia
untuk bekerja memajukan masyarakatnya. Ketiga hal tersebut harus terpadu, yang
merupakan satu peleburan yang harmonis, yang akan melahirkan satu pribadi
muslim yang layak disebut hamba Allah atau Abdullah.[7]
Maka dari
itu pendidikan Islam harus berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan
duniawi dan ukhrawi. Selain itu pendidikan Islam bukan hanya sekedar pendidikan
budaya dan juga bukan hanya sekedar pendidikan yang semata-mata berorientasi
pada upaya pengembangan dan pelestarian sosio-kultural tertentu, tetapi
sekaligus lebih utama menanamkan pengetahuan yang berguna dalam rangka
merealisasikan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. dan Khalifatullah.
K.H.
Ahmad Dahlan juga memandang bahwasanya peserta didik mempunyai potensi yang
sangat mendasar yaitu akal, yang secara kontinuitas (kelanjutan) perlu
dipelihara serta dikembangkan guna untuk menyeimbangkan antara kemampuan
lahiriah dan batiniah, duniawi dan ukhrawi. Pandangan ini sangat relevan dengan
konsep pendidikan Islam yang mana peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa akan tetapi mempunyai sejumlah kemampuan atau potensi dasar yang sangat
perlu untuk ditumbuhkembangkan.
Disisi
lain beliau juga mengemukakan bahwa materi dalam sebuah lembaga pendidikan
tidak hanya terfokuskan mempelajari satu disiplin ilmu saja akan tetapi dari
berbagai disiplin ilmu bahkan antara satu dengan yang lain saling bertautan.
Pandangan ini ada titik temunya apabila dikaitkan dengan kurikulum pendidikan
Islam, dimana kurikulum terdiri dari beberapa aspek mulai dari yang bersifat
teoritis atau bersifat praktis.
Oleh
karena itu K.H. Ahmad Dahlan, berupaya mengelola pendidikan Islam secara
profesional dan modern dengan menggunakan sistem klasikal, sehingga pendidikan
yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai modernitas dan
era gloalisasi.
D. Model Pendidikan Islam Menurut Ahmad
dahlan
Seiring dengan tuntutan
zaman pengembangan pendidikan Islam yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan pada waktu
itu merupakan awal dari pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam. Pendidikan
yang merupakan salah satu sarana untuk pembangunan umat seharusnya diletakkan
pada skala prioritas. Maka dari itu K.H. Ahmad Dahlan mengembangkan sistem
pendidikan, pertama menambah dan memasukkan pendidikan agama dalam
sekolah yang mengikuti pola gubernemen (Muhammadiyah melanjutkan model
sekolah yang digabungkan dengan sistem gubernemen).[8]
Sedangkan yang kedua adalah sistem madrasah yang banyak muatan pelajaran
agama akan tetapi tetap mempertimbangkan muatan pelajaran umum. Kedua sistem
tersebut di atas mempunyai titik temu dengan pola pendidikan yang dikemukakan
oleh Ismail Faruqi, di antara pola itu adalah internalisasi sains dan IPTEK ke
dalam ilmu agama (ilmu agama diumumkan). Kedua pola ini menepis dikotomi
ilmu agama dan ilmu umum.
Sistem pendidikan yang
dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bila ditinjau dari segi teoritis dan praktis,
maka akan bermuara pada konsep fitrah yang intinya bahwa manusia diciptakan
sebagai abd yang tugasnya adalah ibadah, disisi yang lain manusia juga
diciptakan sebagai khalifatufilard. Untuk mengaktualisasikan hal itu
maka potensi peserta didik harus seimbang, baik dari segi aspek Aqliyah, aspek
Jismiyah, maupun aspek Khuluqiyah (kognitif, psikomotorik, dan afektif).
E. Relevansi Pemikiran Ahmad Dahlan
terhadap Pendidikan Masa Kini
Untuk membangun upaya Tarbiyah (pendidikan umat
manusia), khususnya di negara Indonesia, maka langkah awal yang dilakukan oleh
K.H. Ahmad Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama
melaksanakan upaya membangun sistem pendidikan muda Muhammadiyah tersebut, dan
juga untuk meneruskan serta melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan
bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan
umat Islam di Inonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan
memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah adalah dengan
mendidik para calon “pamongpraja” (calon pejabat) yang belajar di OSVIA
Magelang pada saat itu dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis
Yogyakarta, karena beliau sendiri diizinkan oleh pemerintah Kolonial untuk
mengajarkan agama Islam di kedua skolah tersebut. Dengan mendidik para calon
pamongpraja tersebut diharapkan akan segera memperluas gagasannya tersebut,
karena mereka akan menjadi seseorang yang mempunyai pengaruh luas di tengah
kehidupan masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang
diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan
dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh
karena itu, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian
dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) da Madrasah
Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). K.H. Ahmad Dahlan mengajarkan agam
Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
Dalam konteks masa kini, nampaknya bentuk stategis
yang dipilih oleh K.H. Ahmad Dahlan sangatlah relevan, yaitu dalam rangka mempercepat
transformasi pengetahuan keagamaan yang terintegrasi dalam berbagai kegiatan
kehidupan harus menjiwai para pendidik muslim di berbagai jenis lembaga
pendidikan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya
diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim
dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Output pendidikan yang dikehendaki K. H. Ahmad Dahlan
yaitu, pertama Muslim yang bermoral tinggi yang bersumber dari ajaran
Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan pemahaman secara luas, kedua Muslim yang
memiliki individualitas bulat, dalam arti seimbang antara perkembangan jasmani
dan rohani antara iman dan akalnya, antara perasaan dan pikirannya, antara ilmu
duniawi dan ukhrawi, ketiga Muslim yang memiliki sikap sosial politik
dalam arti selalu siap sedia untuk bekerja memajukan masyarakatnya. Ketiga hal
tersebut harus terpadu, yang merupakan satu peleburan yang harmonis, yang akan
melahirkan satu pribadi muslim yang layak disebut hamba Allah atau Abdullah.
Maka dari itu
pendidikan Islam harus berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan
duniawi dan ukhrawi. Selain itu pendidikan Islam bukan hanya sekedar pendidikan
budaya dan juga bukan hanya sekedar pendidikan yang semata-mata berorientasi
pada upaya pengembangan dan pelestarian sosio-kultural tertentu, tetapi
sekaligus lebih utama menanamkan pengetahuan yang berguna dalam rangka
merealisasikan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. dan Khalifatullah.
B. Saran
Diharapkan agar Mahasiswa dan pembaca mampu memahami
dan mempelajari tentang studi pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam
menyelenggarakan pendidikan Islam.
Dengan mempelajari hal ini Mahasiswa dan pembaca
mampu mengembangkan pemikirannya melalui pemikiran-pemikiran para tokoh
pendidikan yang salah satunya peran dari K.H. Ahmad Dahlan dalam
menyelenggarakan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Basri,
Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997.
[1] Hasan Basri, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.234
[2] Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm.94
[3] Nizar, dkk, Filasafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm.100-101
[4] Ibid., hlm.
103
[5] Abuddin Nata, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
PT. Gramedia Widiasarana, 2001), hlm.256
[6]
Nizar, dkk, Filasafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm.107
[7] Abuddin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.79
[8] Siswanto, Filsafat
dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015), hlm.188
Tidak ada komentar:
Posting Komentar