Selasa, 27 Maret 2018

TANTANGAN PENDIDIKAN TERHADAP MARAKNYA KEKERASAN DI MASYARAKAT





TANTANGAN PENDIDIKAN TERHADAP MARAKNYA KEKERASAN DI MASYARAKAT

PERAN PENDIDIKAN DALAM MENGATASI KEKERASAN DI MASYARAKAT

ARTIKEL




Oleh :
Kamariyah
Nim : 18201501040087


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  PAMEKASAN
2016




ABSTRAK

Sebagai suatu wadah pengembangan kreativitas dan imajinasi para peserta didik, pendidikan harus berupaya menanamkan jiwa-jiwa sosialis kepada peserta didik, sebagai bekal untuk peserta didik dalam menghadapi kompleksnya konflik yang terjadi di dalam masyarakat saat ini. Suatu keadaan yang miris jika sebuah lembaga pendidikan hanya berperan sebagai tempat transformasi ilmu secara formal, lebih dari itu lembaga pendidikan juga harus membentuk dan melahirkan generasi muda yang berakhlakul karima, berbudi luhur dan berani bertanggung jawab. Pendidikan juga harus mampu mendidik masyarakat Indonesia yang multikultural, menuju masyarakat yang sosialis, dinamis, pluralis, toleransi, patriotism, dan demokratisasi.
Dengan generasi muda yang berakhlakul karima, berbudi luhur, dan berani bertanggung jawab maka akan meminimilisir kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat.
Kata kunci : Peran Pendidikan, Kekerasan.


1.      Pendahuluan
Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan, appresiasi, sikap, minat, pemikiran kritis dan penyesuaian yang bersifat personal dan sosial. Dalam pendidikan, semua unsur sistem merupakan hasil dari sebuah proses penelitian sehingga dapat ditetapkan dengan tepat apakah sebuah proses pendidikan dapat dikatakan berhasil dengan maksimal atau tidak. Tingkat keberhasilan dari pendidikan dapat dilihat dari output atau lulusan dari pendidikan itu sendiri.[1]
Jika produk dari pendidikan itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan bersama maka hal itu dapat dikatakan bahwa pendidikan pada lembaga tersebut telah berhasil menyelenggarakan pendidikan yang baik dan benar. Namun jika produk dari pendidikan itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional maka dapat dikatakan bahwa pendidikan pada lembaga tersebut kurang berhasil dalam menyelenggarakan pendidikan yang baik dan benar. Keberhasilan pendidikan dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, : Pertama, sekolah, orang tua harus dapat menemukan sekolah yang dapat membangun komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua.1
Sekolah yang baik juga mempunyai fasilitas yang mendukung bakat dan minat siswa, Kedua, orang tua yang partisipatif sangat baik dalam pendidikan, dengan adanya orang tua yang partisipatif dapat menuntun anaknya pada bakat yang dimiliki sehingga kelak akan mendapat kesuksesan, orang tua dapat berkomunikasi dengan pihak sekolah mengenai perkembangan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak sehingga orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya, dan Ketiga, lingkungan, lingkungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Lingkungan yang nyaman, aman, dan kondusif akan menciptakan keberhasilan pendidikan dalam suatu lembaga atau instansi.2
Dewasa ini marak sekali terjadi kekerasan dalam masyarakat. Kekerasan yang dilakukan banyak sekali terjadi pada kalangan anak kecil. Saat ini berita kekerasan pada anak baik berupa fisik, seksual, maupun psikis masih kerap menjadi liputan utama di berbagai media.
Kasus seorang anak perempuan berumur 6 tahun dikurung selama 6 bulan dalam kamar mandi oleh orang tua angkatnya di Dusun Pebau, Desa Kawat, Kecamatan Tayam Hilir, Kabupaten Sanggau,[2]Kalimantan Barat adalah salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan pada anak kecil yang nyata kita temui ada di masyarakat kita beberapa bulan yang lalu.3
Saat ditemukan ditubuh korban mengalami bekas penganiayaan fisik dan ia juga mengalami malnutrisi (kekurangan gizi).4
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tulisan ini mengangkat berbagai aspek klinis mengenai upaya pencegahan kekerasan yang marak sekali terjadi dalam masyarakat. Yang salah satu upaya pencegahan kekerasan dalam masyarakat yaitu dengan adanya pendidikan. Diharapkan dengan adanya tulisan atau artikel ini diharapkan dapat membuka mata semua pihak yang ingin terlibat dalam penghentian kekerasan pada anak. Khususnya bagi Civitas Akademik dalam bidang pendidikan dan umumnya bagi seluruh elemen yang ingin terlibat dalam pencegahan kekerasan dalam masyarakat.

2.      Pembahasan
A.       Pengertian Kekerasan
Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok yang kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau rampasan hak.5 [3]

Kekerasan merupakan perilaku yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.[4]
Kekerasan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu kekerasan dapat dikatakan sebuah kejahatan.6
B.        Faktor-Faktor Kekerasan
a)        Faktor Internal
1)        Diri Sendiri
Terjadinya kekerasan dapat disebabkan oleh sikap orang itu sendiri. Sikap manusia tidak dapat lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian. Contoh : manusia yang berusaha mencari perhatian orang lain dengan bertingkah yang memancing amarah, ataupun agresifitas.
2)        Keluarga atau Orang Tua
Orang tua atau keluarga memegang peranan penting terhadap terjadinya kekerasan pada anak. Beberapa contoh seperti orang tua yang memiliki pola asuh membesarkan anaknya dengan atau penganiayaan,7
keluarga yang sering bertengkar mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tanpa masalah, orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan kekerasan terhadap anak karena faktor stress yang dialami oleh orang tua tersebut, orang tua yang belum memiliki kematangan psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap anak, riwayat orang tua dengan kekerasan pada masa kecil juga memungkinkan melakukan kekerasan pada anaknya.
[5]b)       Faktor Eksternal
1)        Lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari anak alami juga membawa dampak terhadap munculnya kekerasan. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, anggota keluarga atau masyarakat berperilaku buruk, peraturan sekolah yang tidak relevan dengan anak yang nakal dapat mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan.8
 2)        Media Massa
Media massa merupakan salah satu alat informasi. Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dan media ini tentu mempengaruhi penerimaan konsep, sikap, nilai dan pokok moral. Seperti halnya media massa yang memberikan berita tentang kejahatan, kekerasan, pembunuhan. Kemudian media elektronik sangat mempengaruhi perkembangan kejahatan yang menampilan adegan kekerasan. Pada hakikatnya media massa mempunyai dampak yang positif kadang dapat menjadi negatif.
3)        Budaya
Budaya yang masih menganut praktek-praktek dengan pemikiran bahwa status anak yang dipandang rendah sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan orang tua anak harus dihukum. Bagi laki-laki, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak laki-laki tidak boleh cengeng atau tahan uji.[6]Pemahaman itu mempengaruhi dan membuat orang tua ketika memukul, menendang, atau menindas anak adalah suatu hal yang wajar untuk menjadikan anak sebagai pribadi yang kuat dan tidak boleh lemah.9
C.       Bentuk-Bentuk Kekerasan
Ada beberapa bentuk kekerasan, meliputi :
a)        Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan dengan melukai bagian tubuh seperti penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang dapat menimbulkan luka fisik atau kematian pada korban.
b)       Kekerasan Psikis
Kekerasan secara psikis meliputi, penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, atau juga mengkambinghitamkan.
c)        Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, perlakuan prokontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).10 
d)       Kekerasan Sosial
Kekerasan sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perilaku orang tua yang tidak memberikan pendidikan, perhatian, dan pengawasan terhadap tumbuh kembang anak.11[8]
D.       Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Kekerasan di Masyarakat
Mengingat sedemikian kompleksnya kekerasan yang terjadi pada anak, maka upaya pencegahan tidak hanya tergantung kepada program dan layanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah saja, namun juga sangat tergantung pada cara pemerintah dan masyarakat memaknai issu kekerasan ini.
Materi umum mengenai bimbingan dan perawatan anak serta materi komunikasi interpersonal, penyelesaian konflik tanpa kekerasan, dapat dijumpai dalam kurikulum sekolah mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah lanjutan (SD, SMP, dan SMA) dan diteruskan untuk pendidikan bagi orang dewasa (S1, S2,S3).12
Menurut data yang dikeluarkan UNICEF pada tahun 1995, diketahui bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hampir dua juta anak-anak meninggal, dan 4-5 juta anak-anak cacat hidup akibat perang.13
Di beberapa negara, seperti Uganda, Myanmar, Ethopia, Afganistan dan Guatemala, anak-anak dijadikan peserta tempur dengan dikenakan kewajiban militer. Semua terjadi akibat kemajuan teknologi perang yang produksi oleh negara-negara industri, yang pada akhirnya membawa penderitaan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang yang dapat berakibat pada masa depan pembangunan bangsa dan negara.
Demikian juga di negara-negara yang dalam keadaan aman, yang tidak mengalami konflik bersenjata (perang), banyak sekali terjadi pelanggaran hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan.[9]
Seperti mempekerjakan anak, penculikan dan perdagangan anak, kekerasan anak, dan penyiksaan anak. Di Indonesia pelanggaran hak-hak anak baik yang tampak maupun tidak tampak, menjadi pemandangan yang lazim dan biasa diberitakan di media massa, seperti mempekerjakan anak baik di sektor formal, maupun informal, upaya mendorong prestasi yang terlampau memaksakan kehendak pada anak secara berlebihan, meminta anak menuruti kehendak orang tua atau pihak tertentu.14
 Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengaku menerima berbagai pengaduan dengan jumlah anak korban kekerasan yang terus meningkat. Dari 481 kasus pada 2004 menjadi 736 kasus pada tahun 2005, dan meningkat lagi menjadi 1.124 kasus pada tahun 2006. Jumlah kekerasan terhadap anak-anak ini hanyalah jumlah yang dilaporkan disekitar Jabodetabek. Sementara jumlah kekerasan terhadap anak secara nasional diperkirakan mencapai 72.000 kasus.
Wakil Ketua KPAI Asrorum Ni’am Sholeh dalam siaran pers menyatakan bahwa pada tahun 2010, dari 171 kasus pengaduan kekerasan pada anak yang masuk yang ditemukan oleh KPAI sebanyak 67,8 persen terkait dengan kekerasan, 17 persen terkait dengan kasus anak bermasalah dengan hukum, dan sisanya terkait kasus anak dalam situasi darurat, kasus eksploitasi, kasus trafficking, dan kasus diskriminasi. Dari data tersebut, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 45,7 persen (53 kasus), kekerasan fisik 25 persen (24 kasus), dan kekerasan fisik sebanyak 8,7 persen (10 kasus).15[10]
Harus diakui, keberadaan anak-anak merupakan mayoritas di negeri ini. Karenanya diperlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi anak belum sepenuhnya terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri anak itu sendiri dan keluarganya.
Berbagai bukti menunjukkan bahwa masih banyak dijumpai anak-anak yang mendapat perlakuan yang belum sesuai dengan harapan. Kendalanya antara lain, kurangnya koordinasi dengan pemerintah, belum terlaksanya sosialisasi pemeliharaan dan pengasuhan anak dengan baik, kemiskinan yang dialami masyarakat, dan kurangnya minat terhadap pendidikan.
Ketika masyarakat sadar akan keberadaan kekerasan pada anak merupakan salah satu masalah yang dapat meresahkan mereka, maka dengan sendirinya masyarakat sangat berkeinginan untuk membantu seluruh upaya layanan, program ataupun kebijakan terkait dengan pencegahan kekerasan pada anak. Upaya pencegahan kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat dapat dilaksanakan dari dua sisi, yaitu masyarakat dan pemerintah.16 [11]
Salah satu program yang dilakukan oleh kedua sisi tersebut (masyarakat dan pemerintah) adalah program pendidikan. Yang mana pemerintah sangat berperan penting dalam proses berlangsungnya pendidikan. Pemerintah sangat diharapkan memiliki komitmen dasar nasional yang sungguh-sungguh untuk anak.Pada saat kasus kekerasan pada anak ditemukan, sebenarnya ada masalah dalam pengasuhan anak (parenting disorder).[12]
Maka dari itu, strategi pencegahan kekerasan pada anak yang mendasar adalah dengan memberikan informasi pengasuhan bagi para orang tua khususnya. Di sisi lain, orang tua juga harus diyakinkan bahwa mereka adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semua pemenuhan hak anak. Maka semua usaha yang dilakukan dalam rangka mengubah perilaku orang tua agar haus akan informasi pengasuhan dan hak anak membutuhkan upaya edukasi yang terus menerus. Dengan demikian, pendidikan pengasuhan terhadap orang tua sebagai bagian dari strategi pencegahan kekerasan pada anak menjadi sangat penting.
Selain pendidikan pengasuhan terhadap orang tua, pendidikan untuk anak juga sangat penting.17
Karena dengan pendidikan yang memadai anak akan sadar akan perannya dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dengan keberhasilan pendidikan, maka lembaga tersebut akan menghasilkan produk atau lulusan yang lebih baik perilakunya. Penentu dari keberhasilan sebuah pendidikan adalah proses pendidikan dan pembelajaran. Yang mana ketika sekolah dapat menerapkan suasana yang aman, nyaman, kondusif dan efektif maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
Cara menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, kondusif dan efektif yaitu dengan mendisiplinkan siswa, guru, dan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan, sekolah dapat menerapkan reward dan punishment kepada peserta didik secara terencana, terarah dan di awasi oleh pimpinan sekolah.
Dan sekolah akan tercipta menjadi lingkungan yang aman, nyaman, kondusif dan efektif apabila seluruh elemen yang ada merasa bertanggung jawab dengan keamanan dan kenyamanan.18
Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian yang mencakup pengetahuannya (kognitif), nilai dan sikapnya (afektif),[14]Serta keterampilannya (psikomotorik). Dalam hal ini pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan untuk merusak kepribadian manusia. Pendidikan pada hakikatnya akan mancakup 3 dasar pendidikan (tri dharma pendidikan), yakni :
a)   Kegiatan mendidik dan mengajar
Istilah mendidik dan mengajar menunjukkan usaha yang lebih ditujukan pada pembentukan watak dalam mengembangkan budi pekerti hati nurani kecintaan, rasa kesusilaan dan nilai-nilai lain serta memberi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektual manusia.
b)   Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian merupakan aplikasi dari pengetahuan yang didapat peserta didik untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar lingkungannya sehinga terjadi sesuatu pembiasaan dalam bertindak.19
c)    Pengabdian pada masyarakat
Pengabdian dalam masyarakat adalah hal yang paling penting dalam tranformasi nilai pendidikan sehingga pendidikan bisa berfungsi untuk menyelesaikan persoalan hidup.[15]Pendidikan sangat berpengaruh dalam mengatasi suatu konflik dalam kelas, terutama peran seorang guru. Dalam masalah sosial, guru pembimbing sangat dibutuhkan dalam menangani masalah ini. Dengan cara mendiagnosis masalah sosial siswa, diagnosis dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap siswa yang mengalami masalah sosial.
Untuk mendapatkan solusi secara tepat atas permasalahan sosialnya, guru harus terlebih dahulu melakukan identifikasi dalam upaya mengenali gejala-gejala secara cermat terhadap fenomena-fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya permasalahan sosial yang melanda siswa. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa lalu menetukan jenis bimbingan yang akan diberikan. Dalam melakukan diagnostik masalah sosial siswa perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1)        Mengenal peserta didik yang mengalami masalah sosial.
Dalam mengenali peserta didik yang mengalami masalah sosial,20
cara yang paling mudah adalah dengan melakukan sosimetri. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu kelompok. Sehingga, akan tergambar siswa yang mengalami masalah sosial.
2)        Memahami sifat dan masalah sosial
Langkah kedua dari diagnosis masalah sosial ini mencari dalam hubungan apa saja peserta didik mengalami masalah sosial. Dalam hal ini guru pembimbing memperhatikan bagaimana perilaku siswa dalam pergaulan, baik di sekolah, rumah dan masyarakat.[16]
3)        Menetapkan latar belakang masalah sosial
Langkah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya masalah sosial yang dialami siswa. Cara ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku siswa yang bersangkutan, selanjutnya dilakukan wawancara dengan guru, orang tua dan pihak-pihak yang lain yang dapat memberikan informasi yang luas dan jelas.
4)        Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah diketahui sifat dan jenis masalah sosial serta latar belakangnya,21
maka langkah selanjutnya ialah menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan diberikan, berdasarkan data yang diperoleh.
5)        Pelaksanaan bantuan
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha bantuan. Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus dan terarah dengan disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang diperkirakan. Bantuan untuk menyelesaikan masalah sosial terutama menekankan akan penerimaan sosial dengan mengurangi hambatan-hambatan yang menjadi latar belakangnya. Pemberian bantuan ini bisa dilakukan melalui layanan konseling kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok.
6)        Tindak lanjut
Tujuan langkah ini ialah untuk menilai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai hasil yang diharapkan. 22[17]



[1]Soemadi Soeryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:Rake Press, 1982), Jilid II, Cet:VII, hlm. 25
[2]Ibid.
3 Kompas edisi 24 Januari 2016. Hlm. 5
4Ibid.
5Sulaiman Zuhdi Manik, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga (Online) www.kabarindonesia.comdiakses 08 Juni 2016.
6Ibid.
7Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Jakarta: Nuansa Emmy, 2006), hlm. 87.
8Ibid. hlm. 88.
9Ibid., hlm. 89.
10 Yesmil Anwar, Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum, (Bandung: UNPAD Press, 2004), hlm. 65.
11Ibid.
12Abu Huraerah, Ibid., hlm. 90.
13Laporan UNICEF tahun 1995, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 76.
14 Ibid., hlm. 77.
15 Soekresno Emmy, Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak, Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
16 Aris Merdeka Sirait, Peran Strategi Perlindungan Anak Republika, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 53.
17Ibid., hlm. 54.
18 Ibid., hlm.55.
19Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 126
20Ibid., hlm. 127.
21Ibid. hlm. 128.
22Ibid., hlm.129.




3.      Penutup
A.  Kesimpulan
a.         Pengertian Kekerasan
Kekerasan merupakan perilaku yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.
b.      Faktor-Faktor Kekerasan
1.        Faktor Internal : Diri sendiri, dan Keluarga atau Orang Tua.
2.        Faktor Eksternal : Lingkungan, Media Massa, dan Budaya
c.       Bentuk-Bentuk Kekerasan
Ada beberapa bentuk kekerasan, meliputi : Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis, Kekerasan Seksual, dan Kekerasan Sosial.
d.        Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Kekerasan di Masyarakat
Berbagai bukti menunjukkan bahwa masih banyak dijumpai anak yang mendapat perlakuan yang belum sesuai dengan harapan. Kendalanya antara lain, kurangnya koordinasi dengan pemerintah, belum terlaksananya sosialisasi pemeliharaan dan pengasuhan anak dengan baik, kemiskinan yang dialami masyarakat, dan kurangnya minat terhadap pendidikan.
Maka dari itu, strategi pencegahan kekerasan pada anak yang mendasar adalah dengan memberikan informasi pengasuhan bagi para orang tua khususnya. Selain pendidikan pengasuhan terhadap orang tua, pendidikan untuk anak juga sangat penting. Karena dengan pendidikan yang memadai anak akan sadar akan perannya dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.
Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian yang mencakup pengetahuannya (kognitif), nilai dan sikapnya (afektif), serta keterampilannya (psikomotorik). Dalam hal ini pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan pada hakikatnya akan mancakup 3 dasar pendidikan (tri dharma pendidikan), yakni : Kegiatan mendidik dan mengajar, Kegiatan Penelitian, Pengabdian pada masyarakat.
B.   Saran
Dari penjelasan diatas, penulis dapat memberikan saran yang sangat bermanfaat dan dapat membantu yang ingin mencegah kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat. Faktor terjadinya kekerasan ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Disinilah orang tua dituntut untuk lebih berhati-hati dalam mendidik anak, karena  dengan didikan yang salah, anak akan berkembang di jalan yang salah. Demikian saran yang sapat disampaikan semoga bermanfaat untuk para pembacanya. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil, Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum, Bandung: UNPAD Press, 2004.
Emmy, Soekresno, Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak, Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Gosita, Arif, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta:Akademika Pressindo, 1989.      
Huraerah, Abu, Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Nuansa Emmy, 2006.
Kompas edisi 24 Januari 2016.
Laporan UNICEF tahun 1995, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
Manik, Sulaiman Zuhdi, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga (Online) www.kabarindonesia.com diakses 08 Juni 2016.
Setiadi, Elly M dan Kolip Usman, Pengantar Sosiologi, Jakarta:Kencana, 2011.
Sirait, Aris Merdeka, Peran Strategi Perlindungan Anak Republika, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Soeryabrata, Soemadi, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta:Rake Press, 1982, Jilid II, Cet:VII.
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Peserta Didik yang diampu Bapak Abdul Aziz,...