TANTANGAN
PENDIDIKAN TERHADAP MARAKNYA KEKERASAN DI MASYARAKAT
PERAN
PENDIDIKAN DALAM MENGATASI KEKERASAN DI MASYARAKAT
ARTIKEL
Oleh :
Kamariyah
Nim :
18201501040087
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
ABSTRAK
Sebagai suatu wadah pengembangan kreativitas dan
imajinasi para peserta didik, pendidikan harus berupaya menanamkan jiwa-jiwa
sosialis kepada peserta didik, sebagai bekal untuk peserta didik dalam
menghadapi kompleksnya konflik yang terjadi di dalam masyarakat saat ini. Suatu
keadaan yang miris jika sebuah lembaga pendidikan hanya berperan sebagai tempat
transformasi ilmu secara formal, lebih dari itu lembaga pendidikan juga harus
membentuk dan melahirkan generasi muda yang berakhlakul karima, berbudi luhur
dan berani bertanggung jawab. Pendidikan juga harus mampu mendidik masyarakat
Indonesia yang multikultural, menuju masyarakat yang sosialis, dinamis,
pluralis, toleransi, patriotism, dan demokratisasi.
Dengan generasi muda yang berakhlakul karima, berbudi
luhur, dan berani bertanggung jawab maka akan meminimilisir kejahatan yang
terjadi di dalam masyarakat.
Kata kunci : Peran Pendidikan, Kekerasan.
1.
Pendahuluan
Pada
dasarnya pendidikan bertujuan untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan,
appresiasi, sikap, minat, pemikiran kritis dan penyesuaian yang bersifat
personal dan sosial. Dalam pendidikan, semua unsur sistem merupakan hasil dari
sebuah proses penelitian sehingga dapat ditetapkan dengan tepat apakah sebuah
proses pendidikan dapat dikatakan berhasil dengan maksimal atau tidak. Tingkat
keberhasilan dari pendidikan dapat dilihat dari output atau lulusan dari
pendidikan itu sendiri.[1]
Jika
produk dari pendidikan itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah
ditetapkan bersama maka hal itu dapat dikatakan bahwa pendidikan pada lembaga
tersebut telah berhasil menyelenggarakan pendidikan yang baik dan benar. Namun
jika produk dari pendidikan itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
maka dapat dikatakan bahwa pendidikan pada lembaga tersebut kurang berhasil
dalam menyelenggarakan pendidikan yang baik dan benar. Keberhasilan pendidikan
dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, : Pertama, sekolah, orang tua harus
dapat menemukan sekolah yang dapat membangun komunikasi yang baik antara
sekolah dan orang tua.1
Sekolah
yang baik juga mempunyai fasilitas yang mendukung bakat dan minat siswa, Kedua,
orang tua yang partisipatif sangat baik dalam pendidikan, dengan adanya orang
tua yang partisipatif dapat menuntun anaknya pada bakat yang dimiliki sehingga
kelak akan mendapat kesuksesan, orang tua dapat berkomunikasi dengan pihak
sekolah mengenai perkembangan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak sehingga
orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya, dan Ketiga, lingkungan, lingkungan
juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Lingkungan yang nyaman,
aman, dan kondusif akan menciptakan keberhasilan pendidikan dalam suatu lembaga
atau instansi.2
Dewasa
ini marak sekali terjadi kekerasan dalam masyarakat. Kekerasan yang dilakukan
banyak sekali terjadi pada kalangan anak kecil. Saat ini berita kekerasan pada
anak baik berupa fisik, seksual, maupun psikis masih kerap menjadi liputan
utama di berbagai media.
Kasus
seorang anak perempuan berumur 6 tahun dikurung selama 6 bulan dalam kamar
mandi oleh orang tua angkatnya di Dusun Pebau, Desa Kawat, Kecamatan Tayam
Hilir, Kabupaten Sanggau,[2]Kalimantan
Barat adalah salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan pada anak kecil yang
nyata kita temui ada di masyarakat kita beberapa bulan yang lalu.3
Saat
ditemukan ditubuh korban mengalami bekas penganiayaan fisik dan ia juga
mengalami malnutrisi (kekurangan gizi).4
Dari
beberapa penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tulisan ini
mengangkat berbagai aspek klinis mengenai upaya pencegahan kekerasan yang marak
sekali terjadi dalam masyarakat. Yang salah satu upaya pencegahan kekerasan
dalam masyarakat yaitu dengan adanya pendidikan. Diharapkan dengan adanya
tulisan atau artikel ini diharapkan dapat membuka mata semua pihak yang ingin
terlibat dalam penghentian kekerasan pada anak. Khususnya bagi Civitas Akademik
dalam bidang pendidikan dan umumnya bagi seluruh elemen yang ingin terlibat
dalam pencegahan kekerasan dalam masyarakat.
2.
Pembahasan
A.
Pengertian Kekerasan
Menurut
WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok yang kemungkinan
besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan, atau rampasan hak.5 [3]
Kekerasan
merupakan perilaku yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada
orang lain.[4]
Kekerasan
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan adalah kekerasan yang bertentangan
dengan hukum. Oleh karena itu kekerasan dapat dikatakan sebuah kejahatan.6
B.
Faktor-Faktor Kekerasan
a)
Faktor Internal
1)
Diri Sendiri
Terjadinya
kekerasan dapat disebabkan oleh sikap orang itu sendiri. Sikap manusia tidak
dapat lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian. Contoh : manusia yang
berusaha mencari perhatian orang lain dengan bertingkah yang memancing amarah,
ataupun agresifitas.
2)
Keluarga atau Orang Tua
Orang
tua atau keluarga memegang peranan penting terhadap terjadinya kekerasan pada
anak. Beberapa contoh seperti orang tua yang memiliki pola asuh membesarkan
anaknya dengan atau penganiayaan,7
keluarga yang
sering bertengkar mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih
tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tanpa masalah, orang tua tunggal lebih
memungkinkan melakukan kekerasan terhadap anak karena faktor stress yang
dialami oleh orang tua tersebut, orang tua yang belum memiliki kematangan
psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap anak, riwayat orang tua dengan
kekerasan pada masa kecil juga memungkinkan melakukan kekerasan pada anaknya.
1)
Lingkungan
Lingkungan
di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari anak alami juga membawa dampak
terhadap munculnya kekerasan. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh,
anggota keluarga atau masyarakat berperilaku buruk, peraturan sekolah yang
tidak relevan dengan anak yang nakal dapat mempengaruhi terjadinya tindakan
kekerasan.8
Media
massa merupakan salah satu alat informasi. Media massa telah menjadi bagian
dari kehidupan manusia sehari-hari dan media ini tentu mempengaruhi penerimaan
konsep, sikap, nilai dan pokok moral. Seperti halnya media massa yang
memberikan berita tentang kejahatan, kekerasan, pembunuhan. Kemudian media
elektronik sangat mempengaruhi perkembangan kejahatan yang menampilan adegan
kekerasan. Pada hakikatnya media massa mempunyai dampak yang positif kadang
dapat menjadi negatif.
3)
Budaya
Budaya
yang masih menganut praktek-praktek dengan pemikiran bahwa status anak yang
dipandang rendah sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan orang tua
anak harus dihukum. Bagi laki-laki, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak
laki-laki tidak boleh cengeng atau tahan uji.[6]Pemahaman
itu mempengaruhi dan membuat orang tua ketika memukul, menendang, atau menindas
anak adalah suatu hal yang wajar untuk menjadikan anak sebagai pribadi yang
kuat dan tidak boleh lemah.9
C.
Bentuk-Bentuk Kekerasan
Ada beberapa bentuk
kekerasan, meliputi :
a)
Kekerasan Fisik
Kekerasan
fisik adalah kekerasan yang dilakukan dengan melukai bagian tubuh seperti
penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan, dengan atau tanpa menggunakan
benda-benda tertentu yang dapat menimbulkan luka fisik atau kematian pada
korban.
b)
Kekerasan Psikis
Kekerasan
secara psikis meliputi, penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar
dan kotor. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, atau
juga mengkambinghitamkan.
c)
Kekerasan Seksual
Kekerasan
seksual adalah kekerasan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, perlakuan
prokontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar maupun perlakuan
kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest,
perkosaan, eksploitasi seksual).10
d)
Kekerasan Sosial
Kekerasan
sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak
adalah sikap dan perilaku orang tua yang tidak memberikan pendidikan,
perhatian, dan pengawasan terhadap tumbuh kembang anak.11[8]
D.
Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Kekerasan di
Masyarakat
Mengingat
sedemikian kompleksnya kekerasan yang terjadi pada anak, maka upaya pencegahan
tidak hanya tergantung kepada program dan layanan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah saja, namun juga sangat tergantung pada cara pemerintah dan
masyarakat memaknai issu kekerasan ini.
Materi
umum mengenai bimbingan dan perawatan anak serta materi komunikasi
interpersonal, penyelesaian konflik tanpa kekerasan, dapat dijumpai dalam
kurikulum sekolah mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah lanjutan
(SD, SMP, dan SMA) dan diteruskan untuk pendidikan bagi orang dewasa (S1,
S2,S3).12
Menurut
data yang dikeluarkan UNICEF pada tahun 1995, diketahui bahwa dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir, hampir dua juta anak-anak meninggal, dan 4-5 juta anak-anak
cacat hidup akibat perang.13
Di
beberapa negara, seperti Uganda, Myanmar, Ethopia, Afganistan dan Guatemala,
anak-anak dijadikan peserta tempur dengan dikenakan kewajiban militer. Semua
terjadi akibat kemajuan teknologi perang yang produksi oleh negara-negara
industri, yang pada akhirnya membawa penderitaan dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang yang dapat berakibat pada masa depan pembangunan bangsa
dan negara.
Demikian
juga di negara-negara yang dalam keadaan aman, yang tidak mengalami konflik
bersenjata (perang), banyak sekali terjadi pelanggaran hak-hak anak akibat pembangunan
ekonomi yang dilakukan.[9]
Seperti
mempekerjakan anak, penculikan dan perdagangan anak, kekerasan anak, dan
penyiksaan anak. Di Indonesia pelanggaran hak-hak anak baik yang tampak maupun
tidak tampak, menjadi pemandangan yang lazim dan biasa diberitakan di media
massa, seperti mempekerjakan anak baik di sektor formal, maupun informal, upaya
mendorong prestasi yang terlampau memaksakan kehendak pada anak secara
berlebihan, meminta anak menuruti kehendak orang tua atau pihak tertentu.14
Wakil
Ketua KPAI Asrorum Ni’am Sholeh dalam siaran pers menyatakan bahwa pada tahun
2010, dari 171 kasus pengaduan kekerasan pada anak yang masuk yang ditemukan
oleh KPAI sebanyak 67,8 persen terkait dengan kekerasan, 17 persen terkait
dengan kasus anak bermasalah dengan hukum, dan sisanya terkait kasus anak dalam
situasi darurat, kasus eksploitasi, kasus trafficking, dan kasus diskriminasi.
Dari data tersebut, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak adalah
kasus kekerasan seksual sebanyak 45,7 persen (53 kasus), kekerasan fisik 25
persen (24 kasus), dan kekerasan fisik sebanyak 8,7 persen (10 kasus).15[10]
Harus
diakui, keberadaan anak-anak merupakan mayoritas di negeri ini. Karenanya
diperlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka
melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi anak belum
sepenuhnya terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi
kehidupan diri anak itu sendiri dan keluarganya.
Berbagai
bukti menunjukkan bahwa masih banyak dijumpai anak-anak yang mendapat perlakuan
yang belum sesuai dengan harapan. Kendalanya antara lain, kurangnya koordinasi
dengan pemerintah, belum terlaksanya sosialisasi pemeliharaan dan pengasuhan anak
dengan baik, kemiskinan yang dialami masyarakat, dan kurangnya minat terhadap
pendidikan.
Ketika
masyarakat sadar akan keberadaan kekerasan pada anak merupakan salah satu
masalah yang dapat meresahkan mereka, maka dengan sendirinya masyarakat sangat
berkeinginan untuk membantu seluruh upaya layanan, program ataupun kebijakan
terkait dengan pencegahan kekerasan pada anak. Upaya pencegahan kekerasan yang
terjadi di dalam masyarakat dapat dilaksanakan dari dua sisi, yaitu masyarakat
dan pemerintah.16 [11]
Salah
satu program yang dilakukan oleh kedua sisi tersebut (masyarakat dan
pemerintah) adalah program pendidikan. Yang mana pemerintah sangat berperan
penting dalam proses berlangsungnya pendidikan. Pemerintah sangat diharapkan
memiliki komitmen dasar nasional yang sungguh-sungguh untuk anak.Pada saat
kasus kekerasan pada anak ditemukan, sebenarnya ada masalah dalam pengasuhan
anak (parenting disorder).[12]
Maka
dari itu, strategi pencegahan kekerasan pada anak yang mendasar adalah dengan
memberikan informasi pengasuhan bagi para orang tua khususnya. Di sisi lain,
orang tua juga harus diyakinkan bahwa mereka adalah orang yang paling
bertanggung jawab atas semua pemenuhan hak anak. Maka semua usaha yang
dilakukan dalam rangka mengubah perilaku orang tua agar haus akan informasi
pengasuhan dan hak anak membutuhkan upaya edukasi yang terus menerus. Dengan
demikian, pendidikan pengasuhan terhadap orang tua sebagai bagian dari strategi
pencegahan kekerasan pada anak menjadi sangat penting.
Selain
pendidikan pengasuhan terhadap orang tua, pendidikan untuk anak juga sangat
penting.17
Karena
dengan pendidikan yang memadai anak akan sadar akan perannya dalam keluarga
maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dengan
keberhasilan pendidikan, maka lembaga tersebut akan menghasilkan produk atau
lulusan yang lebih baik perilakunya. Penentu dari keberhasilan sebuah
pendidikan adalah proses pendidikan dan pembelajaran. Yang mana ketika sekolah
dapat menerapkan suasana yang aman, nyaman, kondusif dan efektif maka proses
pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
Cara
menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, kondusif dan efektif yaitu
dengan mendisiplinkan siswa, guru, dan mengikutsertakan masyarakat dalam
pengelolaan pendidikan, sekolah dapat menerapkan reward dan punishment
kepada peserta didik secara terencana, terarah dan di awasi oleh pimpinan
sekolah.
Dan
sekolah akan tercipta menjadi lingkungan yang aman, nyaman, kondusif dan
efektif apabila seluruh elemen yang ada merasa bertanggung jawab dengan
keamanan dan kenyamanan.18
Pendidikan
dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek
kepribadian yang mencakup pengetahuannya (kognitif), nilai dan sikapnya
(afektif),[14]Serta
keterampilannya (psikomotorik). Dalam hal ini pendidikan bertujuan untuk
mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan
untuk merusak kepribadian manusia. Pendidikan pada hakikatnya akan mancakup 3
dasar pendidikan (tri dharma pendidikan), yakni :
a)
Kegiatan mendidik dan mengajar
Istilah
mendidik dan mengajar menunjukkan usaha yang lebih ditujukan pada pembentukan
watak dalam mengembangkan budi pekerti hati nurani kecintaan, rasa kesusilaan
dan nilai-nilai lain serta memberi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan
kemampuan intelektual manusia.
b)
Kegiatan Penelitian
Kegiatan
penelitian merupakan aplikasi dari pengetahuan yang didapat peserta didik untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar lingkungannya sehinga
terjadi sesuatu pembiasaan dalam bertindak.19
c)
Pengabdian pada masyarakat
Pengabdian
dalam masyarakat adalah hal yang paling penting dalam tranformasi nilai pendidikan
sehingga pendidikan bisa berfungsi untuk menyelesaikan persoalan hidup.[15]Pendidikan
sangat berpengaruh dalam mengatasi suatu konflik dalam kelas, terutama peran
seorang guru. Dalam masalah sosial, guru pembimbing sangat dibutuhkan dalam
menangani masalah ini. Dengan cara mendiagnosis masalah sosial siswa, diagnosis
dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap siswa yang mengalami masalah
sosial.
Untuk
mendapatkan solusi secara tepat atas permasalahan sosialnya, guru harus
terlebih dahulu melakukan identifikasi dalam upaya mengenali gejala-gejala
secara cermat terhadap fenomena-fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya
permasalahan sosial yang melanda siswa. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui
dan menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa lalu menetukan jenis bimbingan
yang akan diberikan. Dalam melakukan diagnostik masalah sosial siswa perlu
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Mengenal peserta didik yang mengalami
masalah sosial.
Dalam
mengenali peserta didik yang mengalami masalah sosial,20
cara yang paling mudah
adalah dengan melakukan sosimetri. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan
data tentang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu
kelompok. Sehingga, akan tergambar siswa yang mengalami masalah sosial.
2)
Memahami sifat dan masalah sosial
Langkah
kedua dari diagnosis masalah sosial ini mencari dalam hubungan apa saja peserta
didik mengalami masalah sosial. Dalam hal ini guru pembimbing memperhatikan
bagaimana perilaku siswa dalam pergaulan, baik di sekolah, rumah dan
masyarakat.[16]
3)
Menetapkan latar belakang masalah sosial
Langkah
ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi
sebab timbulnya masalah sosial yang dialami siswa. Cara ini dilakukan dengan
mengamati tingkah laku siswa yang bersangkutan, selanjutnya dilakukan wawancara
dengan guru, orang tua dan pihak-pihak yang lain yang dapat memberikan
informasi yang luas dan jelas.
4)
Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah
diketahui sifat dan jenis masalah sosial serta latar belakangnya,21
maka langkah selanjutnya
ialah menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan
diberikan, berdasarkan data yang diperoleh.
5)
Pelaksanaan bantuan
Langkah
ini merupakan pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan
kemungkinan usaha bantuan. Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus dan
terarah dengan disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang
diperkirakan. Bantuan untuk menyelesaikan masalah sosial terutama menekankan
akan penerimaan sosial dengan mengurangi hambatan-hambatan yang menjadi latar
belakangnya. Pemberian bantuan ini bisa dilakukan melalui layanan konseling
kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok.
6)
Tindak lanjut
Tujuan
langkah ini ialah untuk menilai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah
mencapai hasil yang diharapkan. 22[17]
[1]Soemadi
Soeryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:Rake Press, 1982), Jilid
II, Cet:VII, hlm. 25
[2]Ibid.
3 Kompas edisi
24 Januari 2016. Hlm. 5
5Sulaiman Zuhdi
Manik, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga (Online) www.kabarindonesia.comdiakses 08 Juni
2016.
12Abu Huraerah, Ibid., hlm. 90.
13Laporan UNICEF tahun 1995, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.
76.
3.
Penutup
A. Kesimpulan
a.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan
merupakan perilaku yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada
orang lain.
b.
Faktor-Faktor Kekerasan
1.
Faktor Internal : Diri sendiri, dan Keluarga
atau Orang Tua.
2.
Faktor Eksternal : Lingkungan, Media Massa,
dan Budaya
c.
Bentuk-Bentuk Kekerasan
Ada beberapa bentuk
kekerasan, meliputi : Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis, Kekerasan Seksual, dan
Kekerasan Sosial.
d.
Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Kekerasan
di Masyarakat
Berbagai
bukti menunjukkan bahwa masih banyak dijumpai anak yang mendapat perlakuan yang
belum sesuai dengan harapan. Kendalanya antara lain, kurangnya koordinasi
dengan pemerintah, belum terlaksananya sosialisasi pemeliharaan dan pengasuhan
anak dengan baik, kemiskinan yang dialami masyarakat, dan kurangnya minat
terhadap pendidikan.
Maka
dari itu, strategi pencegahan kekerasan pada anak yang mendasar adalah dengan
memberikan informasi pengasuhan bagi para orang tua khususnya. Selain
pendidikan pengasuhan terhadap orang tua, pendidikan untuk anak juga sangat
penting. Karena dengan pendidikan yang memadai anak akan sadar akan perannya
dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.
Pendidikan
dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek
kepribadian yang mencakup pengetahuannya (kognitif), nilai dan sikapnya
(afektif), serta keterampilannya (psikomotorik). Dalam hal ini pendidikan
bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan pada
hakikatnya akan mancakup 3 dasar pendidikan (tri dharma pendidikan), yakni : Kegiatan
mendidik dan mengajar, Kegiatan Penelitian, Pengabdian pada masyarakat.
B.
Saran
Dari penjelasan diatas, penulis dapat
memberikan saran yang sangat bermanfaat dan dapat membantu yang ingin mencegah
kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat. Faktor terjadinya kekerasan ada
dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Disinilah orang tua dituntut untuk
lebih berhati-hati dalam mendidik anak, karena
dengan didikan yang salah, anak akan berkembang di jalan yang salah.
Demikian saran yang sapat disampaikan semoga bermanfaat untuk para pembacanya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yesmil, Saat Menuai Kejahatan: Sebuah
Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum, Bandung: UNPAD Press, 2004.
Emmy, Soekresno, Mengenali Dan Mencegah
Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak, Sumber : Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
Gosita,
Arif, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta:Akademika Pressindo, 1989.
Huraerah,
Abu, Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Nuansa Emmy, 2006.
Kompas
edisi 24 Januari 2016.
Laporan UNICEF tahun 1995, Aspek Hukum
Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1999.
Manik, Sulaiman Zuhdi, Penanganan Kasus
Kekerasan Terhadap Anak dalam Rumah Tangga (Online) www.kabarindonesia.com diakses 08 Juni 2016.
Setiadi,
Elly M dan Kolip Usman, Pengantar Sosiologi, Jakarta:Kencana, 2011.
Sirait, Aris Merdeka, Peran Strategi
Perlindungan Anak Republika, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Soeryabrata, Soemadi, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta:Rake
Press, 1982, Jilid II, Cet:VII.
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat
Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar