PROFESIONALISME DALAM BIMBINGAN
& KONSELING
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Jasa Konseling & Bimbingan Manajemen”
Yang diampu oleh
Bapak Mad Sa’i, M.Pd.I
Disusun oleh Kelompok 3:
Basri (18201501040)
Endang Sri Wahyuni (18201501040)
Kamariyah (18201501040087)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2018
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang hingga saat ini masih
berkenan memberikan kepercayaan-Nya kepada kita semua untuk menikmati segala
karunia-Nya dan hanya berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Jasa Konseling &
Bimbingan Manajemen. Makalah ini berisi tentang menjelaskan tentang
Profesionalisme dalam Bimbingan & Konseling.
Dalam
pelaksanaan makalah ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak, baik bantuan yang berupa materi maupun bantuan dukungan moril.
Penulis
menyadari selama menulis makalah ini banyak pihak yang telah membantu, oleh
karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1.
Kedua orang tua
yang telah mendidik serta membantu penulis sampai saat ini.
2.
Mad Sa’i,
M.Pd.I, selaku dosen mata kuliah Jasa Konseling & Bimbingan Manajemen yang
selalu memberikan materi serta motivasi kepada kami.
3.
Teman-teman
manajemen pendidikan 2015 yang selalu membantu memberikan saran dan kritik
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan,
Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk di masa yang akan datang agar karya ilmiah ini menjadi
lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Pamekasan, 20 Maret 2018
Penulis
Kelompok 3
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………….….. i
KATA
PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................ iii
BAB
I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 2
C. Tujuan
Masalah ................................................................ 2
BAB
II: PEMBAHASAN
A. Pengertian
Profesionalisme Bimbingan & Konseling............ 3
B. Prinsip-Prinsip
Bimbingan & Konsling................................ 5
C. Syarat
Pembimbing (Konselor).......................................... 6
D. Pengembangan
Profesi Bimbingan dan Konseling............... 8
BAB
III: PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................... 14
B. Saran................................................................................. 15
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Profesi Bimbingan dan Konseling (BK) bermula dari
bumi Amerika Serikat. Di sana profesi BK mulai dirintis sejak awal abad ke 20
dan memperoleh momentum yang amat baik untuk berkembang dengan pesat pada akhir
tahun 1950-an.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan tenaga
konseor itu, usaha pendidikan konselor pun mendapatkan tempat yang amat
baik. Bahkan pada periode tahun 1965-1968 pendidikan konselor muncul dengan
sistem yang lebih professional. Pada waktu itu perhatian amat meningkat pada
isi dan standar program dan pendidikan konselor, masalah seleksi dan mutu
tenaga konselor dan sokongan dari tenaga penunjang terhadap pekerjaan
konseling.
Di Indonesia bimbingan dan konseling secara formal
dibicarakan dan profesi BK mulai menampakkan dirinya pada tahun 1960-an, yaitu
dengan didirikannya jurusan dan penyuluhan (BP) di FKIP-Unpat/IKIP Bandung pada
tahun akademi 1983/1964. Pada tahun 1975 organisasi profesi yang menghimpun
para petugas yang bergerak dalam pelayanan BP itu terbentuk, yaitu Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Sampai sekarang ini pelayanan bimbingan dan
konseling ditanah air telah dirintis dan dikembangkan dengan waktu yang cukup
lama, termasuk usia yang cukup dewasa, namun perlu dipertanyakan, sudakah
bimbingan dan konseling itu merupakan suatu profesi?, sampai dimanakah kadar
profesionalitas para petugasnya ? Walter Johnson mengaakan petugas professional
adalah seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat
kesulitan yang lebih dari biasa, mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan
yang cukup lama yang menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan dan
pengetahuan yang berkadar tinggi.
Bimbingan dan Konseling, khususnya bimbingan dan
konseling dalam setting sekolah dipandang merupakan profesi. Namun, pandangan
mengenai status profesi ini masih terbelah, ada pihak yang mengatakan bimbingan
merupakan profesi dan sudah terprofesikan, sebaliknya ada pihak yang menyatakan
bukan. Lepas dari itu, di Indonesia bimbingan dan konseling merupakan bidang
pekerjaan baru, menjadi salah satu dan berada di tengah bidang- bidang
pekerjaan lain yang ada. Karena sifatnya baru, status profesi bimbingan dan
konseling masih menjadi bahan perbincangan akademis, sementara itu di Indonesia
bidang pekerjaan bimbingan dan konseling terus mengalami perkembangan.
Bimbingan dan Konseling
masih mencari jati diri sebagai profesi dan mencari tempatnya di dalam
keseluruhan sistem pendidikan kita. Hal ini mengingat disamping bimbingan dan
konseling ada profesi- profesi lain yang bersifat sebagai profesi bantuan,
seprti psikologi klinik, pekerjaan sosial, psikoterapi. Batas- batas antara
mereka tidak jelas masing- masing mengklaim keberhasilan yang sama. Bimbingan
dan Konseling di dalam sistem pendidikan kita masih baru , sehingga untuk kerja
dan sumbangannya belum semua pihak mengenal, menerima dan mengakuinya.
Tujuan pengembangan
bimbingan dan konseling mendapat
tantangan oleh dua kenyataan , yaitu jati diri profesi dan pengharapan agar
peran dalam dunia pendidikan dan dunia kerja yang yang serba tidak menentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Profesionalisme Bimbingan & Konseling?
2. Apa Saja Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling?
3. Apa Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor)?
4.
Bagaimana Pengembangan
Profesi Bimbingan dan Konseling?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui
Pengertian Profesionalisme Bimbingan & Konseling.
2. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Bimbingan dan
Konseling.
3. Untuk Mengetahui Syarat-Syarat Pembimbing
(Konselor).
4.
Untuk Mengetahui
Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Profesionalisme Bimbingan & Konseling
Profesionalisme menunjuk pada komitmen anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya.
Sedangkan profesionalisme merupakan kualitas, mutu,
dan tindak tanduk, Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well.[1]
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil pengertian
tentang profesionalisme adalah suatu komitmen dari profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalitasnya yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan
lembaga, yang didukung oleh kualifikasi akademik dan legalitas sesuai dengan
disiplin ilmu yang dimiliki.[2]
Bimbingan merupakan salah satu bidang dan program
dari pendidikan, dan program ini ditujukan untuk membantu mengoptimalkan
perkembangan peserta didik. Menurut Tolbert, bimbingan adalah suatu program
atau semua kegiatan dan layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada
membantu individu agar mereka dapat menyusun dan melaksanakan rencana serta
melakaukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupannya sehari-hari.
Berdasarkan pernyataan seperti yang dikemukakan
diatas, maka bimbingan dapat diartikan sebagai, proses membantu individu tanpa
ada unsur paksaan dari siapapun.
Dalam kegiatan bimbingan, pembimbing tidak memaksa
individu untuk menuju ke suatu tujuan yang ditetapkan oleh pembimbing,
melainkan pembimbing membantu mengarahkan klien ke arah suatu tujuan yang telah
ditetapkan bersama, sehingga klien dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal.[3]
Melihat beberapa definisi tersebut diatas, maka
dapat diambil satu kesimpulan bahwa bimbingan adalah suatu proses dimana
seseorang memberikan bantuan kepada orang lain yang dilakukan secara terus-
menerus atau berkesinambungan, agar orang yang dibimbing tadi bisa memahami
dirinya sendiri, sehingga dapat mengarahkan dan bertindak sendiri secara wajar
sesuai dengan tuntutan keadaan lingkungan sekitar, sekolah dan masyarakat umum.
Konseling
merupakan layanan bimbingan kepada individu dalam rangka membantu mengambangkan
diri atau memecahkan masalahnya secara perorangan atau kelompok dalam suatu
pertalian hubungan tatap muka (face to face).[4]
Robinson (M. Surya dan Rohman N) mengartikan
konseling sebagai semua bentuk hubungan antara dua orang dimana yang seorang,
yaitu klien, dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Suasana hubungan penyuluhan
(konseling) ini meliputi penggunaan wawancara untuk memperoleh dan memberikan
informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, dan memberikan
bantuan melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha penyembuhan (terapi).
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa konseling ialah salah satu teknik dalam pelayanan
bimbingan, dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara
dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru pembimbing/konselor
dengan klien.
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa profesionalime bimbingan & Konseling adalah kualitas seseorang dalam
memberikan bantuan kepada orang lain yang menggunakan beberapa teknik yang
dilakukan secara berkesinambungan.
B.
Prinsip-Prinsip
Bimbingan dan Konseling
Belkin mengemukakan ada enam prinsip untuk
menegakkan dan menumbuh kembangkan layanan bimbingan dan konseling:
1.
Konselor harus
memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas dan memiliki
kesiapan yang tinggi untuk melakukan program konseling.
2.
Konselor selalu
mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antar
konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.
3.
Konselor
bertanggung jawab untuk memahami perannya sebagai konselor profesional dan
menerjemahkan kedalam kegiatan nyata
4.
Konselor
bertanggung jawan kepada siswa baik pada siswa yang gagal, yang menimbulkan
gangguan, kemungkinan putus sekolah, mengalami permasalahan emosional,
mengalami kesulitan belajar, maupun siswa yang memiliki bakat istimewa, yang
memiliki potensi diatas rata-rata, menarik diri dari khalayak ramai, maupun
bersikap menarik perhatian guru dan personel sekolah.
5.
Konselor harus
memahami dan mengembangkan kompetensi untyk membantu peserta didik yang
mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah, peserta didik yang menderita
gangguan emosional. Melalui penerapan program kelompok, kegiatan belajar
disekolah, kegiatan luar sekolah dan kegiatan lainnya.
6.
Konselor harus
bisa bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian
terhadap kebutuhan, harapan dan kecemasan-kecemasannya.
Prinsip tersebut menggambarkan bahwa konselor yang
profesional adalah yang peka dan responsif terhadap keadaan apapun bagi peserta
didiknya serta mampu mengatasi berbagai problematikanya dalam belajar.[5]
C. Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor)
Secara umum dikenal dua tipe petugas bimbingan dan konseling
disekola dan madrasah: yaitu tipe profesional dan Non profesional. Petugas
bimbingan dan konseling profesional adalah mereka yang direkrut atau diangkat
atas dasar kepemilikan ijasah atau latar belakang pendidikan profesi dan
melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (tidak mengajar).
Petugas BK
atau guru BK non profesional adalah mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan
keilmuan atau latar belakang pendidikan profesi. Yang termasuk kedalam petugas
BK nonprofesional di sekolah dan madrasah adalah:
1.
Guru wali kelas
yang selain memegang kelas tertentu diserahi tugas dan tanggung jawab sebagai
petugas atau guru BK.
2.
Guru pembimbing,
yaiyu seorang guru yang selain mengajar pada mata pelajaran tertentu, terlibat
juga dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
3.
Guru mata
pelajaran tertentu yang diserahi tugas khusus menjadi petugas (guru BK).
4.
Kepala sekolah
(madrasah) yang bertanggung jawab atas sekurang kurangnya 40 orang siswa.
Arifin dan eti
kartikawati menyatakan bahwa petugas
bimbingan dan konseling disekolah termasuk madrasah dipilih atas dasar kualifikasi:
1.
Kepribadian
2.
Pendidikan
3.
Pengalaman dan
4.
Kemampuan.
Untuk memilih atau
mengangkat seorang guru atau konselor disekolah atau madrasah harus memenuhi
syarat syarat yang berkaitan dengan kepribadiannya, pendidikannya,
pengalamannya dan kemampuannya.
1.
Syarat yang berkenaan dengan kepribadian, seorang guru pembimbing atau
konselor harus memiliki kepribadian yang baik.[6] Dengan kepribadian
yang baik, diharapkan tidak
terjadi pelanggaran terhadap norma norma yang bisa merusak citra pelayanan
bimbingan dan konseling.
2.
Syarat yang berkenaan dengan pendidikan, setiap pekerjaan profesional
menuntut persyaratan tertentu antara lain pendidikan. Seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu
jurusan bimbinhan konseling S1, S2 maupun S3. Guru pwmbimbing san konselor
tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus
mekiliki ilmu tentang manusia dengan berbagai macam problematikanya, ilmu
psikologi, dan lain sebagainya.
3.
Syarat yang berkenaan dengan pengalaman,
pengalaman
memberikan pelayanan bimbingan dan kinseling berkontribusi terhadap keluwasan
wawasan pembimbing atau konswlor yang bersangkutan. Sarjana BK S1 yang belum
memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan mungkin tidak akan lebih baik
dalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan
alumni D3, tetapi telah berpemgalaman 10/15 tahun menjadi guru BK.
Selain itu
pengalaman hidup pribadi guru pembimbing atau
konselor yang mengesankan, juga akan turut membantu upaya para pembimbing konselor mencarikan alternatif pemecahan masalah siswa.
4.
Syarat yang berkenaan dengan kemampuan,
kepemilikan
kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh guru pembimbing atau konselor
merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan
keterampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan
tugas secara baik. Dahlan menyatakan konswlor harus mampu mengetahui dan
memahami secara mendalam sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang,
merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan
mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnyaengembangkan potensi individu
secara positif.[7]
D.
Pengembangan Profesi
Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu
profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun berhubung
dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa
ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang
diharapkan itu. Sebagai profesi yang handal bimbingan dan konseling masih perlu
di kembangkan bahkan diperjuangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan
konseling antara lain melalui :
1.
Standarisasi
unjuk kerja profesional konselor.
Rumusan tentang
unjuk kerja itu mengacu pada wawasan dan keterampilan yang hendaknya dapat
ditampilkan oleh para lulusan program studi Bimbingan dan konseling.
Keseluruhan rumusan unjuk kerja itu meliputi 28 gugus, yaitu:
a.
Mengajar dalam
bidang psikologi dan bimbingan dan konseling (Bk).
b.
Mengorganisasikan
program bimbingan dan konseling.
c.
Menyusun program
bimbingan dan konseling.
d.
Memasyarakatkan
pelayanan bimbingan dan konseling.
e.
Mengungkapkan
masalah klien.
f.
Menyelenggarakan
pengumpulan data tentang minat, bakat, kemampuan dan kondisi kepribadian.
g.
Menyusun dan
mengembangkan himpunan data.
h.
Menyelenggarakan
konseling perorangan.
i.
Menyelenggarakan
bimbingan dan konseling kelompok.
j.
Menyelenggarakan
orientasi studi siswa.
k.
Menyelenggarakan
kegiatan ko/ ekstrakurikuler.
l.
Membantu guru
bidang studi dalam mendiagnosais kesulitan belajar siswa.
m.
Membantu guru
bidang studi dalam menyelenggarakan pengajaran perbaikan dan program pengayaan.
n.
Menyelenggarakan
bimbingan kelompok belajar.[8]
o.
Menyelenggarakan
pelayanan penempatan siswa.
p.
Menyelenggarakan
bimbingan karier dan pemberian pendidikan/ jabatan.
q.
Menyelenggrakan
konferensi kasus.
r.
Menyelenggarakan
terapi kepustakaan.
s.
Melakukan
kunjungan rumah.
t.
Menyelenggarakan
lingkungan klien.
u.
Merangsang
lerubahan lingkungan klien.
v.
Menyelenggarakan
konsultasi khusus.
w.
Mengantar dan
menerima alih tangan.
x.
Menuelenggarakan
diskusu profesional.
y.
Memahami dan
menulis karya-karya ilmiah dalam bidang BK.
z.
Memahami hasil
dan menyelenggarakan penelitian dalam bidang Bk.
aa.
Menyelenggarakan
kegaiatan BK pada lembaga /lingkungan yang berbeda.
bb.
Berpartisipasi
aktif dalam pengembangan profesi BK.
Walaupun rumusan tersebut tampauk sudah terperinci
namun pengkajian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menguji apakah
rumusan tersebut memang sudah sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup
praktis dan memberikan arah pada para konselor bagi pelaksanaan layanan
terhadap klien.
Sebagai bahan perbandingan, berikut ini unjuk kerja
konselor yang ditetapkan oleh American School Counselor Association (ASCA),
sebagai berikut :
a.
Menyusun program
bimbibgan dan konseling.
b.
Menyelenggarakan
konseling perorangan.
c.
Memahami diri
siswa.
d.
Merencanakan
pendidikan dan pengembangan pekerjaan siswa.
e.
Mengalihtangankan
siswa.
f.
Menyelenggarakan
penempatan siswa.
g.
Memberikan
bantuan kepada orang tua.[9]
h.
Mengadakan
konsultasi dengan staf.
i.
Mengadakan
hubungan dengan masyarakat.
2.
Standarisasi
penyiapan konselor.
Tujuan penyiapan konselor adalah agar para calon
konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan
sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung di dalam butir-butir
rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor ini dilakukan melalui program
pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan
(seperti penataran).
a.
Seleksi/
penerimaan mahasiswa
Seleksi atau pemilihan calon mahasiswa merupakab
tahap awal dalamproses penyiapan konselor.kegiatan ini memegang peranan penting
dan menentukan dalam upaya pemerolehan calon konselor yang diharapkan. Syarat
pribadi yang harus dimiliki konselor sebagai berikut:
1)
Memiliki bakat
skolastikyang memadai untuk mengikuti pendidikan tingkat sarjana atau yang
lebih tinggi.
2)
Memiliki minat
dan kemauan yang besar untuk bekerja sama dengan orang lain.
3)
Memiliki kemampuan
untuk bekerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.
4)
Memiliki
kematangan pribadi dan sosial.
b.
Pendidikan Konselor
Untuk dapat melaksanakan tugas dalam bidang
bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik para calon
konselor dituntut memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mamadai
yang diperoleh melalui pendidikan khusus.[10]
3.
Akreditasi.
Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi untuk
menjamin mutu lulusannya. Akreditasi itu meliputu penilaian terhadap misi,
tujuan, struktur dan isi program, jumlah dan mutu pengajar, prosedur,seleksi,
mutu penyelenggaraan program, penilaian keberhasilan mahasiswa dan keberhasilan
program, potensi pengembanf lembaga, unsur penunjang, dan hubingan masyarakat.
Akreditasi merupakan prosedur yang secara resmi
diakui bagi suatu profesi untuk mempengaruhi jenis dan mutu anggota profesi
yang dimaksud.
Tujuan pokok akreditasi adalah untuk memantapkan kredibilitas
peofesi. Tujuan ini lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut:
a.
Untuk menilai
bahwa program yang ada memenuhi standar yang ditetapkan oleh profesi.
b.
Untuk menegaskan
nisi dan tujuan program.
c.
Untuk menarik
calon konselor dan tenaga pengajar yang bermutu tinggi.
d.
Untuk membantu
para lulusan memenuhi tuntutan kredensial seperti lisensi.
e.
Untuk
meningkatkan kemampuan program dan pengakuan terhadap program tersebut.
f.
Untuk
meningkatkan program dari penampilan dan penutupan.
g.
Untuk membantu
mahasiswa yang berpotensi dalam seleksi memakai program pendidiakn konselor.
h.
Memungkinkan
mahasiswa dan staf pengajar berperan serta dalam evaluasi program secara
intensif.
i.
Membantu para
pemakai lulusan untuk mengetahui program mana yang lebih standar.[11]
j.
Untuk
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pendidikan, masyarakat profesi, dan
masyarakat pada umumnya tentang kemantapan pelayanan bimbingan dan konseling.
4.
Sertifikasi dan
lisensi
Sertifikasi merupakan
upaya lebih lanjut untuk lebih memantapkan dan menjamin profesionalisasi
bimbingan dan konseling. Untuk dapat diselenggarakannya program akreditasi,
sertifikasi dan lisensi itu harus terlebih dahulu disusun dan diberlakukan
undang-undang atau peraturan pemerintah agar kerjasama antara pemerintah dan
organisasi profesi terjalin secara nyata dan jelas.
5.
Pengembangan
organisasi profesi.
Organisasi profesi adalah himpungan himpunan
orang-orang yang mempunyai profesi yang sama. Sesuai dengan dasar pembentukan
dan sifat organisasi itu sendiri, yaitu profesi dan profesional, maka tujuan
organisasi profesi menyangkut hal-hal yang berbau keilmuannya. Organisasi
profesi tidak berorientasi pada keuntungan ekonomi ataupun pada penggalangan
kekuatan politik, ataupun keuntungan-keuntungan yang bersifat material
lainnya tujuan organisasi profesi dapat
dirumuskan ke dalam Tri Darma Organisasi Profesi:
a.
Pengembangan
ilmu
b.
Pengembangan
pelayanan
c.
Penegakan kode
etik profesional.
Dengan kemampuan para anggotanya yang semua bergerak
dalam profesi yang sama, organisasi profesi berkehendak untuk ikut
mengembangkan ilmu yang menjadi isi keprofesionalannya. Demikian juga mereka
ingin meningkatkan dharma bakti keilmuan ke dalam praktek pelayanan nyata di
masyarakat. Dharma bakti kepada masyarakat itu hendaknya sesuai dengan kode
etik keprofesional yang telah ditetapkan.
Ketiga dharma organisasi profesi itu saling
bersangkutan, yang satu menunjang yang lain. Peningkatan keilmuan jelas
menunjang praktek di lapangan, dan pengalaman praktek di lapangan dianalisis
dan disusun menjadi unsur-unsur keilmuan.[12]
Rumusan kode etik tidak terlepas dari dasar-dasar keilmuannya dan acuan
kepraktisannya di lapangan. Dan sebaliknya, sisi keilmuan dan pelayanan
menuntut agar kode etik itu benar-benar dijalankan. Oleh karena itu organisasi
profesi yang benar-benar mantap secara serempak menyelenggarakan dengan baik
ketiga dharmanya itu.
Organisasi profesi bimbingan dan konseling
dikehendaki dapat menjalankan ketiganya sebagaimana diharapkan. Keikutsertaan
dalam program akreditasi lembaga pendidikan konselor, sertifikasi dan pemberian
lisensi tidak lain adalah wujud dari pelaksanaan ketiganya. Demikian juga
perumusan untuk kerja dan pembinaan serta pengembangan melalui pendidikan
konselor tidak terlepas dari upaya pengembangan profesi yang menjadi sisi
organisasi profesi bimbingan dan konseling.
IPBI sebagai organisasi profsi di bidang bimbingan
dan konseling sejak awal telah berusaha melaksanakan ketiga dharma organisasi
itu. Selain unjuk kerja konselor, IPBI tala pula menyusun kode etik angota
IPBI. Disamping itu IPBI berusaha bekerja sama dengan lembaga pendidikan
konselor dalam rangka penyusunan kurikulum pendidikan konselor, berpartisipasi
dalam penataran para petugas bimbingan di sekolah dan melaksanakan upaya-upaya
lainnya demi pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling secara luas.[13]
[1] Sudarwan Danim, Pengembang
Profesi Guru: dari Pra Jabatan, Induksi, ke Profesional, Pustaka Setia,
Bandung, hlm. 104
[2] Suparlan, Guru Sebagai Profesi,
Hikayat Publishing, yogyakarta, 2006, hlm. 32
[3] Nana Syaodih sukmadinata, Bimbingan dan Konseling
dalam Praktek, Maestro, Bandung, 2007, hlm. 87
[4] Aras Salahudin, Bimbingan dan
Konseling, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm. 93
[5] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan (Bandung:Alfabeta, 2009), hlm.237
[6] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2007), hlm.113-114
[7] Ibid., hlm. 114.
[9] Ibid., hlm. 343-345
[10] Ibid., hlm. 345.
[11] Ibid., hlm. 346.
[12] Ibid., hlm. 350.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian
Profesionalisme Bimbingan & Konseling
Profesionalime
bimbingan & Konseling adalah kualitas seseorang dalam memberikan bantuan
kepada orang lain yang menggunakan beberapa teknik yang dilakukan secara
berkesinambungan.
2.
Prinsip-Prinsip
Bimbingan dan Konseling
Belkin
mengemukakan ada enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan layanan
bimbingan dan konseling: Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan
program kerja yang jelas dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melakukan
program konseling, Konselor selalu mempertahankan sikap profesional tanpa
mengganggu keharmonisan hubungan antar konselor dengan personal sekolah lainnya
dan siswa, Konselor bertanggung jawab untuk memahami perannya sebagai konselor profesional
dan menerjemahkan kedalam kegiatan nyata, Konselor bertanggung jawan kepada
siswa baik pada siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, kemungkinan putus
sekolah, mengalami permasalahan emosional, mengalami kesulitan belajar, maupun
siswa yang memiliki bakat istimewa, yang memiliki potensi diatas rata-rata,
menarik diri dari khalayak ramai, maupun bersikap menarik perhatian guru dan
personel sekolah, Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu peserta didik yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah,
peserta didik yang menderita gangguan emosional. Melalui penerapan program
kelompok, kegiatan belajar disekolah, kegiatan luar sekolah dan kegiatan
lainnya, Konselor harus bisa bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah,
memberikan perhatian terhadap kebutuhan, harapan dan kecemasan-kecemasannya.
3.
Syarat-Syarat Pembimbing
(Konselor)
Arifin dan eti
kartikawati menyatakan bahwa petugas
bimbingan dan konseling disekolah termasuk madrasah dipilih atas dasar kualifikasi: Kepribadian, Pendidikan,
Pengalaman
dan Kemampuan.
4. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara
lain melalui : Standarisasi unjuk kerja profesional konselor, Standarisasi
penyiapan konselor, Pendidikan Konselor, Akreditasi, Sertifikasi dan lisensi, Pengembangan
organisasi profesi.
B.
Saran
Dari
penjelasan diatas, penulis dapat memberikan saran yang sangat bermanfaat dan
dapat membantu para manajer pendidikan untuk mengembangkan profesi bimbingan
dan konseling.
Penulis
dapat memberikan saran kepada manajer pendidikan untuk mengembangkan profesi
bimbingan dan konseling, yaitu:
1.
Seorang konselor
harus memiliki sikap yang baik sehingga patut untuk dicontoh oleh klien, dan
untuk menjaga nama baik konselor.
2.
Untuk
mempermudah pelayanan yang diberikan oleh konselor alangkah lebih baiknya bila
konselor dapat mengelompokkan permasalah klien.
3.
Seorang konselor
harus dapat menjaga kerahasiaan dari permasalahan konselor.
Demikian
saran yang dapat saya sampaikan dan yang terakhir kami mengharapkan para
pembaca dapat mengambil pelajaran dari laporan penelitian kami ini, dan dapat
memberikan kritik dari setiap kesalahan yang ada, karena kami manusia biasa
yang dhaif dan tak luput dari salah dan dosa, dan jika ada benarnya itu
semata-mata dari Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan.
Pengembang Profesi Guru: dari Pra
Jabatan, Induksi, ke Profesional, Pustaka Setia, Bandung, 2010.
Sagala, Syaiful Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, Bandung:Alfabeta,
2009.
Salahudin, Aras.
Bimbingan dan Konseling, Pustaka
Setia, Bandung, 2010.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek, Maestro, Bandung, 2007.
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Hikayat
Publishing, Yogyakarta, 2006.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar