TEORI KEPRIBADIAN MENURUT CARL
GUSTAV JUNG
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi
Kepribadian SDM Pendidikan”
Yang diampu oleh
Ibu Ulfatur Rahmah, M.Pd
Disusun oleh Kelompok 2:
Ach. Asrofi Ishak (18201501040)
Istianah (18201501040)
Kamariyah (18201501040087)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang hingga saat ini masih
berkenan memberikan kepercayaan-Nya kepada kita semua untuk menikmati segala
karunia-Nya dan hanya berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian SDM
Pendidikan. Makalah ini berisi tentang menjelaskan peluang dan tantangan dalam
manajemen pendidikan dan kebudayaan.
Dalam
pelaksanaan makalah ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak, baik bantuan yang berupa materi maupun bantuan dukungan moril.
Penulis
menyadari selama menulis makalah ini banyak pihak yang telah membantu, oleh
karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1.
Kedua orang tua
yang telah mendidik serta membantu penulis sampai saat ini.
2.
Ulfatur Rahmah, M.Pd
selaku dosen mata kuliah psikologi kepribadian SDM Pendidikan yang selalu
memberikan materi serta motivasi kepada kami.
3.
Teman-teman
manajemen pendidikan 2015 yang selalu membantu memberikan saran dan kritik
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan,
Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk di masa yang akan datang agar karya ilmiah ini menjadi
lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Pamekasan, 09 Maret 2018
Penulis
Kelompok 2
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………….….. i
KATA
PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................... iii
BAB
I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................ 2
C. Tujuan
Masalah ............................................................... 2
BAB
II: PEMBAHASAN
A. Struktur
Kepribadian Carl Gustav Jung........................... 3
B. Dinamika
Kepibadian Carl Gustav Jung.......................... 11
BAB
III: PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................... 15
B. Saran................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori kepribadian
dengan pendekatan psikologi analitis dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Beliau
diakui sebagai salah seorang ahli psikologi yang terkemuka di abad ke-20. Pandangan
Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam
arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke depan kearah garis perkembangan sang
pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa
lampau sang pribadi. Karena orang hidup dibimbing oleh tujuan dan maupun sebab.
Tingkah laku manusia
ditentukan oleh : kausalitas (sebab-sebab, ras) dan teologi (aspirasi masa
depan). Kepribadian sebagai produk dan wajah sejarah leluhur.
Manusia modern dibentuk
dan dicetak ke dalam bentuknya yang sekarang oleh pengalaman-pengalaman
kumulatif generasi-generasi masa lampau yang merentang jauh ke belakang.
Dasar-dasar kepribadian bersifat arkhaik, primitif, bawaan, tak sadar, dan
mungkin universal. Manusia dilahirkan dengan membawa banyak kecenderungan yang
diwariskan oleh leluhurnya dan menentukan apa yang disadari dan direspon dlm
dunia pengalamannya. Jung menggunakan istilah psikhe untuk menyebut
kepribadian. Psikhe ialah totalitas segala peristiwa psikhis baik yang disadari
maupun yang tdk disadari.
Jung menekankan pada
peranan tujuan dalam perkembangan manusia.Pandangan inilah yang membedakan Jung
dengan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak
habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam
hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke
arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda
dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena tekanannya yang kuat pada
dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu
sebagai produk dan wadah sejarah leluhur.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung?
2.
Bagaimana
Dinamika Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui
Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung.
2.
Untuk Mengetahui
Dinamika Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Struktur
Kepribadian
1.
Pengertian dan
Strukur Kepribadian
Jung disini tidak menjelaskan tentang kepribadan
melainkan tentang psyche. Adapun yang
dimaksud dengan psyche adalah seluruh
pemikiran, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Adapun
strukur kepribadian manusia berdiri dari
dua dimensi yaiu:
a.
Dimensi
Kesadaran Kepribadian
Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego.
Sedangkan ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi ingatan, pikiran,
perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas
seseorang. Dimensi kesadaran manusia memiliki dua kompenen pokok, Yaitu :
fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing memiliki peranan penting dalam
orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktifitas kejiwaan
yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung
membedakan empat fungsi jiwa pokok yaitu: pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi.
Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam fungsinya, pikiran
dan perasaan bekerja dalam penilaian. Pikiran menilai atas dasar benar dan
salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Kedua, fungsi jiwa irrasional yaitu pendirian dan intuisi tidak memberikan
penilaian, melainkan hanya semata-mata pengamatan. Pendirian mendapatkan
pengamatan dengan sadar melalui indra. Adapun intuisi mendapat pengamatan secara
tidak sadar melalui naluri.[1]
Pada dasarnya tiap manusia memiliki empat fungsi
itu, akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang
(dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan
menentukan type orangnya : jadi ada type pemikir, type perasa, type pendirian dan
type intuitif. Kita lihat keempat fungsi
itu berpasang-pasangan: kalau sesuatu fungsi menjadi fungsi superior, yaitu
menguasai kehidupan alam sadar. Maka fungsi pasangannya menjadi fungsi
inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, sedangkan kedua fungsi yang lain
menjadi fungsi bantu : sebagian terletak dalam alam bawah sadar dan sebagian
lagi dalam alam tak sadar. Selanjutnya fungsi-fungsi yang berpasang-pasngan itu
berhubungan secara kompensatoris, artinya makin berkembang fungsi superior maka
makin besarlah kebutuhan fungsi inferior,[2] akan
kompensasi dan makin besarlah gangguan terhadap keseimbangan jiwa, makin besar
tanggungan dalam jiwa yang dapat menjelma dalam tindakan-tindakan yang tak
terkendalikan.
Karena itu hubungan yang ideal daripada perkembangan
kepribadian ialah membawa keempat fungsi pokok itu kedalam sinar kesadaran
sehingga tercapailah manusia bulat yaitu manusia “Sempurna”. Kesadaran mencakup
2 hal, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa
Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivita kejiwaan
yang secara theoritis tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung
membedakan 4 fungsi pokok, yang dua rasional, yaitu pikiran dan perasaan,
sedangkan yang dua irrasional, yaitu pendirian dan instuisi. Dalam
berfungsinya, fungsi-fungsi rasional bekerja dengan penilaian : pikiran menilai
atas dasar benar dan salah. Sedangkan perasaan menilai atas dasar menyenangkan
dan tak menyenangkan. Kedua fungsi yang irrasional dalam berfungsinya tidak
memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan :
pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar indriah, sedang intuisi
mendapatkan pengamatan secara tak sadar naluriah.
Secara bagan dapat dikemukakan sebagai berikut :
Fungsi-Fungsi Jiwa Menurut Jung
Fungsi Jiwa
|
Sifatnya
|
Cara Bekerjanya
|
Pikiran
|
Rasional
|
Dengan Penilaian : Benar-Salah
|
Perasaan
|
Rasional
|
Dengan Penilaian : Senang-Tak Senang
|
Pendirian
|
Irrasional
|
Tanpa Penilaian : Sadar Indriah
|
Intuisi
|
Irrasional
|
Tanpa Penilaian : Sadar Naluriah
|
Sikap Jiwa Yang dimaksud dengan sikap jiwa ialah
arah dari pada enersi phikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk
orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi phikis itu dapat
keluar ataupun kedalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap
dunianya, dapat keluar ataupun kedalam.
Tiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia
sekitarnya, namun dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang saru
berbeda dari yang lainnya, misalkan seperti ada orang yang lekas menutup
dirinya atau menutup jendela kalau dirasakan hawa dingin, tetapi ada yang acuh
tak acuh saja : ada orang yang mengangumi orang-orang yang baru mulai naik
bintangnya karena kebanyakan orang menyanjungnya, tetapi sebaliknya ada yang
tidak, karena ia berpendapat bahwa tidak semua yang dikagumi orang banyak yang
pantas dikagumi. Apabila orientasi terhadap segala sesuatu itu sedemikian rupa
sehingga putusan atau tindakannya tidak dikuasai oleh pendapat yang objektif,
maka individu sedemikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert.
Kesadaran manusia dalam
mengadakan hubungan dengan dunia luar menunjukkan dua sikap utama, yaitu
introvert dan ekstrovert. Dikatakan bersikap introvert jika sikap kesadaran
seseorang mengarah pada dirinya sendiri. Sedangkan sikap yang ekstrovert
artinya sikap kesadaran yang mengarah pada ke luar dirinya, yaitu kepada
dirinya dan kepada orang lain.
Berikut sifat-sifat
manusia dengan sikap bertipe introvert dan ektrovert menurut pandangan Jung,
seperti dikemukakakn berikut ini :
1)
Sifat-sifat
manusia bertipe introvert
a)
Ia memiliki
suatu kecenderungan dan lebih suka “memasuki” dunia imajiner, di samping
memiliki kebiasaan untuk merenungkan hal-hal yang bersifat kreatif.
b)
Ia termasuk
individu yang produktif dan ekspresi-ekspresinya diwarnai oleh
perasaan-perasaan subjektif. Pusat kesadaran dirinya adalah kepada egonya
sendiri dan sedikit perhatian pada dunia luar.
c)
Ia memiliki
perasaan halus dan cenderung untuk tidak melahirkan emosi secara mencolok. Ia
mempunyai kebiasaan melahirkan ekspresinya dengan cara-cara yang halus dan
jarang ditemukan pada orang lain.
d)
Ia memiliki
sikap yang umumnya sangat tertutup sehingga ketika terdapat konflik hanya
disimpan dalam hati. Ia umumnya berusaha untuk dapat menyelesaikan sendiri
segala permasalahan, termasuk timbulnya konflik-konflik pada dirinya.
e)
Ia memiliki
banyak pertimbangan sehingga ia sering suka mengadakan self analisis dan self
critism.
f)
Ia bersifat
sensitif terhadap kritik. Pengalaman-pengalaman pribadi bersifat mengendap
dalam kenangan yang kuat, lebih-lebih hal bersifat pujian atau celaan tentang
dirinya.[3]
g)
Ia memiliki
sifat yang pemurung dan selalu memiliki kecenderungan bersikap menyendiri.
h)
Ia berpembawaan
lemah lembut dalam tindak dansikapnya serta mempunyai pandangan yang idealis.
2)
Sifat-sifat
manusia bertipe ekstrovert
a)
Ia memiliki
kecenderungan dan menyukai partisipasi pada realitas sosial dalam dunia
objektif. Indivisu dengan sikap bersifat ekstrovert dalam peristiwa-peristiwa
praktis umumnya lancar dalam pergaulan.
b)
Ia bersikap
realistis, aktif dalam bekerja, dan komunikasi sosialnya baik serta bersifat
ramah.
c)
Ia berpembawaan
riang gembira, bersikap spontan dan wajar dalam ekspresi serta menguasai
perasaan.
d)
Ia bersikap
optimis, tidak putus asa menghadapi kegagalan atau dalam menghadapi
konflik-konflik pekerjaan. Ia juga selalu tenang dan bersikap suka mengabdi.
e)
Ia tidak begitu
banyak pertimbangan, dan kadang-kadang sering tidak terlalu banyak analisis
serta kurang self-critism serta
berpikir kurang mendalam.
f)
Ia memiliki
sifat yang relatif independen dalam mengeluarkan pendapat. Ia juga mempunyai
cita-cita yang bebas.
g)
Ia
memiliki keuletan dalam berpikir, tetapi ia mempunyai pandangan bersifat
pragmatis. Selain itu, ia bersifat keras hati.[4]

b.
Dimensi
Ketidaksadaran Kepribadian
Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang
mempunyai dua lingkaran yaitu ketidaksadaran pribadi (personal) dan
Ketidaksadaran kolektif.
Ketidaksadaran personal merangkum seluruh pengalaman
yang terlupakan, ditekan dan dipersepsikan pada seseorang. Ketidaksadaran
tersebut mengandung ingatan dan impuls masa silam. Ketidaksadaran kita dibentuk
oleh pengalaman individual. Gambaran ketidaksadaran personal ada yang dapat
diingat secara mudah dan sulit, namun ada juga beberapa bagian yang jauh dari
jangkauan kesadaran manusia. Materi ketidaksaran personal ini disebut dengan kompleks.
Sebuah komplek merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan.
Sebagai contoh, pengalaman seseorang dengan ibunya
akan terkumpul menjadi sebuah pusat emosi sehingga dikatakan “ibu” akan memicu
respon emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya. Kompleks secara umum dapat
dikategorikan sebagai sesuatu yang personal, namun kompleks dapat pula
diturunkan dari pengalaman kolektif kemanusiaan seseorang.
Ketidaksadaran kolektif sudah mengakar dari masa
lalu leluhur seluruh spesies. Hal ini merepresentasikan konsep Jung yang paling
kontroversial dan yang paling penting.
Ketidaksadaran ini aktif dan mempengaruhi
pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Ketidaksadaran kolektif tidak merujuk ide
yang diturunkan, tetapi lebih kepada kecenderungan kuat manusia untuk bereaksi
dengan cara tertentu pada saat pengalaman mereka menstimulasikan kecenderungan
secara biologis.
Ada beberapa kredis mosisi biologis yang dimiliki
manusia. Manusia memiliki kecenderungan yang diturunkan dan jumlahnya sama
dengan situasi etika kehidupan manusia.[5]
Pengulangan yang tipikal yang jumlahnya tidak terhingga
sebagai bagian dari konstitusi biologis manusia.
Macam-macam ketidaksadaran Kolektif yaitu :
Arketipe, Persona, Bayangan, Animus, Great Mother, Wise Old Man, dan diri.
Arketipe adalah bayangan-bayangan leluhur yang
datang dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe sama dengan kompleks karena
mereka merupakan kumpulan bayangan-bayangan yang diasosiasikan dan diwarnai
dengan sangat kuat oleh perasaan.
Arketipe mempunyai dasar biologis, tetapi asalnya
terbentuk melalui pengulangan pengalaman dari para leluhur manusia. Pada
seorang manusia memiliki arketipe yang banyak jumlahnya, arketipe ini aktif
pada saat proses pertemuan pengalaman personal dengan bayangan primordial
laten. Arketipe tidak dapat muncul sendiri, tetapi aktif muncul dalam bentuk
mimpi, fantasi, dan delusi.
Persona adalah sisi kepribadian yang ditunjukkan
kepada dunia. Pemilihan istilah ini sangat tepat karena mengacu pada topeng
yang digunakan oleh pemain teater pada masa itu. Konsep ini muncul pada saat
Jung harus mengakomodasi dunia luarnya. Jung percaya bahwa setiap manusia
terlibat dalam peranan tertentu yang dituntut oleh sosial. Meskipun persona
merupakan sisi yang penting dalam kepribadian kita, sebaiknya kita tidak
mencampuradukkan bagian yang ditampilkan di depan publik dengan diri kita. Jika
kita terlalu dengan dengan persona, maka kita akan membangun ketidaksadaran
mengenai individualitas dan dibatasi dalam proses mencapai realisasi diri.
Benar kita harus mendapat pengakuan sosial dengan cara mewujudkan harapan
sosial, namun hal tersebut harus diperhatikan dengan kepribadian kita
sebenarnya agar kita tidak kehilangan inner
self.
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi
sebagai respon terhadap tuntutan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi masyarakat
sebagai peranan yang diberikan masyarakat kepada seseorang. Apabila ego terlalu
mengidentifikasi persona, maka dapat menjadi manusia tiruan belaka dan bukan
manusia yang otonom.[6]
Bayangan merupakan arketipe dari kegelapan dan
represi yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak kita akui keberadaannya
serta berusaha disembunyikan dari diri kita sendiri dan orang lain. Bayangan
mengandung kecenderungan keberatan moral sama dengan sejumlah kualitas
konstruktif dan kreatif yang juga tidak ingin kita hadapi.
Anima adalah sisi psikologis pria yang bersifat
feminin. Sisi feminin pria terbentuk dalam ketidaksadaran kolektif sebagai
arketipe dan menetap di kesadaran. Jung percaya bahwa anima berasal dari
pengalaman seorang pria dengan wanita, kakak perempuan, ibu, dan
kekasih-kekasih yang digabungkan untuk membentuk gambaran umum mengenai wanita.
Dalam perjalanannya, konsep umum ini menjadi bagian dalam ketidaksadaran
kolektif dalam semua pria sebagai arketipe anima. Anima ini dapat menjadi
sumber kesalahpahaman dalam hubungan pria-wanita dan juga merupakan faktor yang
berperan dalam psike pria tentang seorang wanita yang memikat secara mistis.[7]
Animus adalah arketipe maskulin pada wanita, bila
anima mempresentasikan mood dan perasaan yang irrasional, maka animus merupakan
simbol dari proses berpikir dan bernalar. Animus mampu mempengaruhi proses berpikir
seorang wanita yang sebenarnya tidak dimiliki oleh wanita. Menurut Jung animus bertanggung jawab dalam
proses berpikir dan berpendapat seorang wanita, sama dengan anima yang
menghasilkan perasaan dan mood seorang pria.
Animus juga merupakan penjelasan mengapa perempuan
terkenal dengan proses berpikir yang irrasional dan pendapatnya tidak logis.
Menurut Jung ada beberapa pendapat wanita yang tidak valid dan tidak objektif.
Pemikiran ini bukan dihasilkan oleh proses berpikir namun memang tersedia untuk
digunakan. Animus juga muncul dalam bentuk mimpi, penampakan, dan fantasi yang
dilebih-lebihkan.
Great Mother adalah konsep tentang ibu yang selalu dikaitkan
dengan perasaan positif dan negatif. Seorang ibu yang memiliki kasih sayang dan
penuh cinta namun juga da ibu yang membiarkan anak-anaknya.
Wise Old Man merupakan sebuah arketipe dari kebijaksanaan dan
keberartian yang menyimbolkan pengetahuan manusia akan misteri kehidupan.
Diri (self) adalah Suatu arkhetipe yang mencerminkan
perjuangan manusia kearah kesatuan. Diri adalah titik pusat kepribadian,
disekitar mana semua sistem lain terkonstelasi. Ia mempersatukan sistem-sistem
dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada
kepribadian. Diri sebagai suatu pusat sejati karena posisinya terletak di
tengah-tengah kesadaran dan ketidaksadaran. Diri adalah tujuan hidup, suatu
tujuan yang terus menerus diperjuangkan orang tetapi jarang tercapai. Gambaran
pengalaman yang paling dekat dengan diri adalah pengalaman religius. Sebelum
muncul diri, maka komponen kepribadian lainnya harus berkembang terlebih dahulu
sepenuhnya dan terindividuasi.[8]
B.
Dinamika
Kepribadian
Struktur kepribadian itu tidak statis, melainkan
dinamis dalam gerak yang terus menerus. Dinamika kepribadian itu disebabkan
oleh energi psikis yang disebut libido. Libido adalah intensitas kejadian
psikis yang hanya diketahui lewat peristiwa psikis. Kepribadian adalah suatu sistem energi yang
tertutupnya tidak sempurna karena dari sumber luar dapat masuk pada sistem ini.
Di samping ada penambahan dan pengurangan energi,
dalam sistem kepribadian itu juga ada perubahan distribusi energi sebagai
pengaruh dari luar. Knyataan bahwa kepribadian adalah sistem yang dapat
dipengaruhi atau dimodifikasi oleh sumber dari luar menunjukkan bahwa
kepribadian tidak pernah mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai
hanyalah stabilitasi yang nisbi, stabilitas untuk sementara.
Kepribadian dikatakan sebagai suatu sistem yang
tertutup karena kepribadian mempunyai prinsip mengatur diri sendiri atas dasar
hukum tertentu. Hukujm pokok yang terdapat dalam sistem kepribadian adalah
hukum kebalikan atau lebih tepatnya hukum pasangan berlawanan. Jung berpendapat
bahwa tidak ada sistem kepribadian yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan.
Dalam struktur kepribadian terdapat pasangan berlawanan. Pikiran-perasaan,
pendirian-intuisi, kesadaran-ketidaksadaran, dalam keadaan bangun-dalam keadaan
mimpi, anima-animus, aku bayang-bayang, dan sebagainya.
Dalam dinamika klepribadian ada dua prinsip pokok
yaitu prinsip ekuivalens dan entropi. Prinsip ekuivalens itu analog dengan
hukumj penyimpangan energi dalam thermodinamika yang mula-mula dirumuskan oleh
Helmholtz yang mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya
distribusinya yang berubah. Prinsip ekuivalens dalam kepribadian menyatakan
bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang
didukung oleh nilai itu tidak hilang darikepribadian melainkan akan muncul
kembali dalam nilai baru. Jadi dalam bentuk seluruh sistem kepribadian itu
banyaknya energi tetap hanya didistribusinya yang berubah.
Prinsip kedua adalah entropi. Prinsip ini mengatakan
bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan
mengalir dari yang lebih panas pada yang lebih dingin. Prinsip ini menghasilkan
keseimbangan kekuatan.
Apabila ada dua nilai yang tidak sama kekuatannya,
maka energi akan mengalir dari yang lebih kuat k yang lebih lemah sampai
keduanya seimbang. Demikian karena itu bukanlah sistem yang tertutup sama
sekali, pertambahan dan pengurangan energi terhadapnya adalah mungkin, danini
akan mengganggu keseimbangan.[9]
Kendatipun keseimbangan kekuatan yang permanen dalam
kepribadian tidak pernah tercapai, tetapi hal ini merupakan keadaan yang selalu
dituju oleh distribusi energi. Prinsip inilah yang menimbulkan hubungan
kompensatoris antara pasangan yang berlawanan.
Gerak energi dalam kepribadian itu mempunyai arah,
gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan gerak agresif. Gerak
progresif adalah gerak kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang
terus-menerus terhadap tuntutan kehidupan sadar.
Sedangkan gerak agresif disebabkan oleh kegagalan
penyesuaian secara sadar dan terbangunnya ketidaksadaran melalui kompleks. Hal
ini mengakibatkan individu kembali pada fase perkembangan yang telah
dilewatinya atau menderita neurosis.
Kedua gerak energi progresif dan regresif adalah
bentuk yang seharusnya ada pada kejadian psikis yang wajar. Progresif dan
regresif hanya alat atau fase dalam bekerjanya energi. Regresig merupakan
pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak sesuai dalam diri individu, tetapi dapat
juga merupakan jalan untuk dapat memperkaya jiwa dengan cara memanggil gambaran
yang ada dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran.[10]
Carl Gustav Jung menggabungkan pandangan teleology
dan kasualitas. Dia memandang bahwa tingkah laku manusia itu ditentukan tidak
hanya oleh sejarah individu rasi (kausalitas), tetapi juga oleh tujuan dan
aspirasi individu (teleologi). Menurut Jung, masa lampau individu sebagai
akualitas maupun masa depan individu sebagai potensialitas sama-sama membimbing
tingkah laku individu.
Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif
dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke
masa depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan
restrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang
hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan
dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud.
Bagi Freud, dalam hidup ini hanya pada pengulangan yang tak habis-habisnya atas
tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada
perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih
sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap
tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambing,
upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitive, mimpi, penglihatan,
simtom orang neurotic, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam
mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.[11]
1.
Kausalitas dan
Teleologi
Motivasi berasal dari masa lalu dan tujuan
teleologis. Kausalitas berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini memiliki asal
usul pengalaman sebelumnya. Freud sangat meyakini dan berpegang pada
kausalitas, namun Jung tidak sependapat pada Freud, karena Jung berpendapat
bahwa teleologis juga mengambil tempat dalam mempengaruhi motivasi. Teleologis
berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini dimotivasikan oleh tujuan dan
aspirasi kedepan yang mengarahkan tujuan seseorang.
Jung mempunyai pandangan yang sama terhadap mimpi
yang berasal dari pengalaman masa lalu. Namun Jung juga menambahkan bahwa mimpi
dapat membantu orang dalam menentukan masa depan seseorang.
2.
Progresi dan
Regresi
Progresi adalah bagaimana cara seseorang beradaptasi
kepada dunia yang melibatkan aliran maju energi psikis. Sedangkan Regresi
adalah cara seseorang beradaptasi yang menggunakan aliran maju energi psikis.
Regresi menggunakan psike yang tidak disadari. Jika dipergunakan
sendiri-sendiri maka tidak mampu menyelesaikan masalah, namun jika keduanya
digunakan bersama-sama dan dioptimalkan, maka akan mengaktifkan proses
perkembangan pribadi yang sehat. Dalam
hidup Jung pada masa paruh baya, regresi mendominasi hidupnya ketika progresi
hampir berhenti. Ia lebih menghabiskan energi yang dimiliki untuk mengenali
psikenya yang tidak disadari. Jung meyakini bahwa langkah regresif dibutuhkan
untuk menciptakan sebuah kepribadian yang seimbang dan tumbuh menuju
perealisasian diri.[12]
[1] Samsu Yusuf LN, A.Juntika
Nurihsan, Teori Kepribaadian,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.74-75.
[2] Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta:Bumji
Aksara, 2014), hlm. 69
[3] PurwaAtmaja Prawira, Psikologi Kepribadian dengan Perspektif
Baru, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 216-217.
[4] Ibid., hlm. 217.
[5] Feist dan Feist, Teori Kepribadian, ( Jakarta, Salemba
Humanika, 2012), hlm.123-124
[6] Ibid.,
hlm. 124-126.
[7] Ibid.,
hlm. 126-129.
[8] Ibid., hlm. 129-135
[9] Syamsu Yusuf, A. Juntika
Nurihsan, Ibid., hlm. 85-87.
[10] Ibid., hlm. 87-88
[11] Chaplin, J.P, Kamus Lengkap Psikologi Kartini Kartono,
penrj. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 145
[12] Ibid., hlm. 146.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Struktur Kepribadian
1.
Pengertian, Jung
disini tidak menjelaskan tentang kepribadan melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche adalah seluruh pemikiran, dan
perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
2.
Strukur
Kepribadian ada dua yaitu Dimensi Kesadaran Kepribadian memiliki dua kompenen
pokok, Yaitu : fungsi jiwa dan sikap jiwa dan yang kedua adalah Dimensi Ketidaksadaran
Manusia yang terdiri dari dua macam yaitu Dimensi Ketidaksadaran Pribadi dan
Dimensi ketidaksadaran Kolektif. Dimensi Kesadaran Kolektif terdiri dari
beberapa macam, yaitu : Arketipe, Persona, Bayangan, Animus, Great Mother, Wise
Old Man, dan diri.
3.
Dinamika
Kepribadian, Struktur kepribadian itu tidak statis, melainkan dinamis dalam
gerak yang terus menerus. Dinamika kepribadian itu disebabkan oleh energi
psikis yang disebut libido. Libido adalah intensitas kejadian psikis yang hanya
diketahui lewat peristiwa psikis.
Kepribadian adalah suatu sistem energi yang tertutupnya tidak sempurna
karena dari sumber luar dapat masuk pada sistem ini.
Dalam dinamika kepribadian ada dua prinsip pokok
yaitu prinsip ekuivalens dan entropi. Prinsip ekuivalens itu analog dengan
hukum penyimpangan energi dalam thermodinamika yang mula-mula dirumuskan oleh
Helmholtz yang mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya
distribusinya yang berubah. Prinsip kedua adalah entropi. Prinsip ini
mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka
panas akan mengalir dari yang lebih panas pada yang lebih dingin. Prinsip ini
menghasilkan keseimbangan kekuatan.
Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap
tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambang,
upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitive, mimpi, penglihatan,
simtom orang neurotic, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam
mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.
Kausalitas dan Teleologi, Motivasi berasal dari masa
lalu dan tujuan teleologis. Kausalitas berisi keyakinan bahwa peristiwa masa
kini memiliki asal usul pengalaman sebelumnya. Teleologis berisi keyakinan
bahwa peristiwa masa kini dimotivasikan oleh tujuan dan aspirasi kedepan yang
mengarahkan tujuan seseorang.
Progresi dan Regresi, Progresi adalah bagaimana cara
seseorang beradaptasi kepada dunia yang melibatkan aliran maju energi psikis.
Sedangkan Regresi adalah cara seseorang beradaptasi yang menggunakan aliran maju
energi psikis.
B.
Saran
Dari
penjelasan diatas, penulis dapat memberikan saran yang sangat bermanfaat dan
dapat membantu para psikolog untuk lebih mudah dalam memahami teori kepribadian
menurut Carl Gustav Jung.
Penulis
dapat memberikan saran kepada kepala sekolah untuk lebih mudah dalam memahami
teori kepribadian menurut Carl Gustav Jung, yaitu:
1.
Teori
kepribadian manusia berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
jadi jangan terpaku pada satu sisi saja dalam menilai kepribadian seseorang.
2.
Kondisi jiwa
setiap orang juga berbeda-beda dan jangan menganggap semua jiwa seseorang itu
sama satu sama lain.
3.
Karena jiwa
setiap manusia berbeda, maka diperlukan adanya toleransi dalam hidup
bermasyarakat dan beragama.
Demikian
saran yang dapat saya sampaikan dan yang terakhir kami mengharapkan para
pembaca dapat mengambil pelajaran dari laporan penelitian kami ini, dan dapat
memberikan kritik dari setiap kesalahan yang ada, karena kami manusia biasa
yang dhaif dan tak luput dari salah dan dosa, dan jika ada benarnya itu
semata-mata dari Allah Swt.
DAFTAR
PUSTAKA
Atmaja Prawira, Purwa. Psikologi Kepribadian dengan Perspektif
Baru, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Feist dan Feist. Teori Kepribadian, Jakarta, Salemba
Humanika, 2012
J.P, Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi Kartini Kartono, penrj. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2001.
Sujanto, Agus dkk. Psikologi Kepribadian, Jakarta:Bumji
Aksara, 2014.
Yusuf LN, Samsu, Juntika Nurihsan,
A.. Teori Kepribaadian, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar