Selasa, 27 Maret 2018

TEORI KEPRIBADIAN MENURUT CARL GUSTAV JUNG


TEORI KEPRIBADIAN MENURUT CARL GUSTAV JUNG


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi Kepribadian SDM Pendidikan”
Yang diampu oleh Ibu Ulfatur Rahmah, M.Pd


Disusun oleh Kelompok 2:


Ach. Asrofi Ishak                      (18201501040)
Istianah                                      (18201501040)
Kamariyah                                  (18201501040087)





PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017








KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang hingga saat ini masih berkenan memberikan kepercayaan-Nya kepada kita semua untuk menikmati segala karunia-Nya dan hanya berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian SDM Pendidikan. Makalah ini berisi tentang menjelaskan peluang dan tantangan dalam manajemen pendidikan dan kebudayaan.
Dalam pelaksanaan makalah ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan yang berupa materi maupun bantuan dukungan moril.
Penulis menyadari selama menulis makalah ini banyak pihak yang telah membantu, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1.        Kedua orang tua yang telah mendidik serta membantu penulis sampai saat ini.
2.        Ulfatur Rahmah, M.Pd selaku dosen mata kuliah psikologi kepribadian SDM Pendidikan yang selalu memberikan materi serta motivasi kepada kami.
3.        Teman-teman manajemen pendidikan 2015 yang selalu membantu memberikan saran dan kritik dalam pembuatan makalah ini.  
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan, Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk di masa yang akan datang agar  karya ilmiah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

   
                                                                                 Pamekasan, 09 Maret 2018
                                                                                                      Penulis

                                                                                                   Kelompok 2




DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………….…..       i
KATA PENGANTAR............................................................................        ii
DAFTAR ISI..........................................................................................       iii

BAB I:       PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang................................................................        1
B.  Rumusan Masalah............................................................        2
C.  Tujuan Masalah ...............................................................        2

BAB II:      PEMBAHASAN
A.  Struktur Kepribadian Carl Gustav Jung...........................                          3
B.  Dinamika Kepibadian Carl Gustav Jung..........................     11

BAB III:    PENUTUP
A.  Kesimpulan.......................................................................     15
B.  Saran.................................................................................     16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................     17












BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Teori kepribadian dengan pendekatan psikologi analitis dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Beliau diakui sebagai salah seorang ahli psikologi yang terkemuka di abad ke-20. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke depan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Karena orang hidup dibimbing oleh tujuan dan maupun sebab.
Tingkah laku manusia ditentukan oleh : kausalitas (sebab-sebab, ras) dan teologi (aspirasi masa depan). Kepribadian sebagai produk dan wajah sejarah leluhur.
Manusia modern dibentuk dan dicetak ke dalam bentuknya yang sekarang oleh pengalaman-pengalaman kumulatif generasi-generasi masa lampau yang merentang jauh ke belakang. Dasar-dasar kepribadian bersifat arkhaik, primitif, bawaan, tak sadar, dan mungkin universal. Manusia dilahirkan dengan membawa banyak kecenderungan yang diwariskan oleh leluhurnya dan menentukan apa yang disadari dan direspon dlm dunia pengalamannya. Jung menggunakan istilah psikhe untuk menyebut kepribadian. Psikhe ialah totalitas segala peristiwa psikhis baik yang disadari maupun yang tdk disadari.
Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia.Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.


Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung?
2.    Bagaimana Dinamika Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung?

C.       Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung.
2.    Untuk Mengetahui Dinamika Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung.










BAB II

PEMBAHASAN

A.      Struktur Kepribadian
1.    Pengertian dan Strukur Kepribadian
Jung disini tidak menjelaskan tentang kepribadan melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche adalah seluruh pemikiran, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Adapun strukur  kepribadian manusia berdiri dari dua dimensi yaiu:
a.    Dimensi Kesadaran Kepribadian
Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego. Sedangkan ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang. Dimensi kesadaran manusia memiliki dua kompenen pokok, Yaitu : fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing memiliki peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktifitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa pokok yaitu: pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi. Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam fungsinya, pikiran dan perasaan bekerja dalam penilaian. Pikiran menilai atas dasar benar dan salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kedua, fungsi jiwa irrasional yaitu pendirian dan intuisi tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata pengamatan. Pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar melalui indra. Adapun intuisi mendapat pengamatan secara tidak sadar  melalui naluri.[1]
Pada dasarnya tiap manusia memiliki empat fungsi itu, akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan type orangnya : jadi ada type pemikir, type perasa, type pendirian dan type  intuitif. Kita lihat keempat fungsi itu berpasang-pasangan: kalau sesuatu fungsi menjadi fungsi superior, yaitu menguasai kehidupan alam sadar. Maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu : sebagian terletak dalam alam bawah sadar dan sebagian lagi dalam alam tak sadar. Selanjutnya fungsi-fungsi yang berpasang-pasngan itu berhubungan secara kompensatoris, artinya makin berkembang fungsi superior maka makin besarlah kebutuhan fungsi inferior,[2] akan kompensasi dan makin besarlah gangguan terhadap keseimbangan jiwa, makin besar tanggungan dalam jiwa yang dapat menjelma dalam tindakan-tindakan yang tak terkendalikan.
Karena itu hubungan yang ideal daripada perkembangan kepribadian ialah membawa keempat fungsi pokok itu kedalam sinar kesadaran sehingga tercapailah manusia bulat yaitu manusia “Sempurna”. Kesadaran mencakup 2 hal, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa
Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivita kejiwaan yang secara theoritis tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan 4 fungsi pokok, yang dua rasional, yaitu pikiran dan perasaan, sedangkan yang dua irrasional, yaitu pendirian dan instuisi. Dalam berfungsinya, fungsi-fungsi rasional bekerja dengan penilaian : pikiran menilai atas dasar benar dan salah. Sedangkan perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tak menyenangkan. Kedua fungsi yang irrasional dalam berfungsinya tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan : pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar indriah, sedang intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar naluriah.
Secara bagan dapat dikemukakan sebagai berikut :
Fungsi-Fungsi Jiwa Menurut Jung
Fungsi Jiwa
Sifatnya
Cara Bekerjanya
Pikiran
Rasional
Dengan Penilaian : Benar-Salah
Perasaan
Rasional
Dengan Penilaian : Senang-Tak Senang
Pendirian
Irrasional
Tanpa Penilaian : Sadar Indriah
Intuisi
Irrasional
Tanpa Penilaian : Sadar Naluriah

Sikap Jiwa Yang dimaksud dengan sikap jiwa ialah arah dari pada enersi phikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi phikis itu dapat keluar ataupun kedalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat keluar ataupun kedalam.
Tiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, namun dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang saru berbeda dari yang lainnya, misalkan seperti ada orang yang lekas menutup dirinya atau menutup jendela kalau dirasakan hawa dingin, tetapi ada yang acuh tak acuh saja : ada orang yang mengangumi orang-orang yang baru mulai naik bintangnya karena kebanyakan orang menyanjungnya, tetapi sebaliknya ada yang tidak, karena ia berpendapat bahwa tidak semua yang dikagumi orang banyak yang pantas dikagumi. Apabila orientasi terhadap segala sesuatu itu sedemikian rupa sehingga putusan atau tindakannya tidak dikuasai oleh pendapat yang objektif, maka individu sedemikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert.



Kesadaran manusia dalam mengadakan hubungan dengan dunia luar menunjukkan dua sikap utama, yaitu introvert dan ekstrovert. Dikatakan bersikap introvert jika sikap kesadaran seseorang mengarah pada dirinya sendiri. Sedangkan sikap yang ekstrovert artinya sikap kesadaran yang mengarah pada ke luar dirinya, yaitu kepada dirinya dan kepada orang lain.
Berikut sifat-sifat manusia dengan sikap bertipe introvert dan ektrovert menurut pandangan Jung, seperti dikemukakakn berikut ini :
1)        Sifat-sifat manusia bertipe introvert
a)         Ia memiliki suatu kecenderungan dan lebih suka “memasuki” dunia imajiner, di samping memiliki kebiasaan untuk merenungkan hal-hal yang bersifat kreatif.
b)        Ia termasuk individu yang produktif dan ekspresi-ekspresinya diwarnai oleh perasaan-perasaan subjektif. Pusat kesadaran dirinya adalah kepada egonya sendiri dan sedikit perhatian pada dunia luar.
c)         Ia memiliki perasaan halus dan cenderung untuk tidak melahirkan emosi secara mencolok. Ia mempunyai kebiasaan melahirkan ekspresinya dengan cara-cara yang halus dan jarang ditemukan pada orang lain.
d)        Ia memiliki sikap yang umumnya sangat tertutup sehingga ketika terdapat konflik hanya disimpan dalam hati. Ia umumnya berusaha untuk dapat menyelesaikan sendiri segala permasalahan, termasuk timbulnya konflik-konflik pada dirinya.
e)         Ia memiliki banyak pertimbangan sehingga ia sering suka mengadakan self analisis dan self critism.
f)         Ia bersifat sensitif terhadap kritik. Pengalaman-pengalaman pribadi bersifat mengendap dalam kenangan yang kuat, lebih-lebih hal bersifat pujian atau celaan tentang dirinya.[3]
g)        Ia memiliki sifat yang pemurung dan selalu memiliki kecenderungan bersikap menyendiri.
h)        Ia berpembawaan lemah lembut dalam tindak dansikapnya serta mempunyai pandangan yang idealis.
2)        Sifat-sifat manusia bertipe ekstrovert
a)        Ia memiliki kecenderungan dan menyukai partisipasi pada realitas sosial dalam dunia objektif. Indivisu dengan sikap bersifat ekstrovert dalam peristiwa-peristiwa praktis umumnya lancar dalam pergaulan.
b)        Ia bersikap realistis, aktif dalam bekerja, dan komunikasi sosialnya baik serta bersifat ramah.
c)        Ia berpembawaan riang gembira, bersikap spontan dan wajar dalam ekspresi serta menguasai perasaan.
d)       Ia bersikap optimis, tidak putus asa menghadapi kegagalan atau dalam menghadapi konflik-konflik pekerjaan. Ia juga selalu tenang dan bersikap suka mengabdi.
e)        Ia tidak begitu banyak pertimbangan, dan kadang-kadang sering tidak terlalu banyak analisis serta kurang self-critism serta berpikir kurang mendalam.
f)         Ia memiliki sifat yang relatif independen dalam mengeluarkan pendapat. Ia juga mempunyai cita-cita yang bebas.
g)        Ia memiliki keuletan dalam berpikir, tetapi ia mempunyai pandangan bersifat pragmatis. Selain itu, ia bersifat keras hati.[4]
 b.    Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian
Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua lingkaran yaitu ketidaksadaran pribadi (personal) dan Ketidaksadaran kolektif.
Ketidaksadaran personal merangkum seluruh pengalaman yang terlupakan, ditekan dan dipersepsikan pada seseorang. Ketidaksadaran tersebut mengandung ingatan dan impuls masa silam. Ketidaksadaran kita dibentuk oleh pengalaman individual. Gambaran ketidaksadaran personal ada yang dapat diingat secara mudah dan sulit, namun ada juga beberapa bagian yang jauh dari jangkauan kesadaran manusia. Materi ketidaksaran personal ini disebut dengan kompleks. Sebuah komplek merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan.
Sebagai contoh, pengalaman seseorang dengan ibunya akan terkumpul menjadi sebuah pusat emosi sehingga dikatakan “ibu” akan memicu respon emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya. Kompleks secara umum dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang personal, namun kompleks dapat pula diturunkan dari pengalaman kolektif kemanusiaan seseorang.
Ketidaksadaran kolektif sudah mengakar dari masa lalu leluhur seluruh spesies. Hal ini merepresentasikan konsep Jung yang paling kontroversial  dan yang paling penting. Ketidaksadaran ini aktif  dan mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Ketidaksadaran kolektif tidak merujuk ide yang diturunkan, tetapi lebih kepada kecenderungan kuat manusia untuk bereaksi dengan cara tertentu pada saat pengalaman mereka menstimulasikan kecenderungan secara biologis.
Ada beberapa kredis mosisi biologis yang dimiliki manusia. Manusia memiliki kecenderungan yang diturunkan dan jumlahnya sama dengan situasi etika kehidupan manusia.[5]
Pengulangan yang tipikal yang jumlahnya tidak terhingga sebagai bagian dari konstitusi biologis manusia.
Macam-macam ketidaksadaran Kolektif yaitu : Arketipe, Persona, Bayangan, Animus, Great Mother, Wise Old Man, dan diri.
Arketipe adalah bayangan-bayangan leluhur yang datang dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe sama dengan kompleks karena mereka merupakan kumpulan bayangan-bayangan yang diasosiasikan dan diwarnai dengan sangat kuat oleh perasaan.
Arketipe mempunyai dasar biologis, tetapi asalnya terbentuk melalui pengulangan pengalaman dari para leluhur manusia. Pada seorang manusia memiliki arketipe yang banyak jumlahnya, arketipe ini aktif pada saat proses pertemuan pengalaman personal dengan bayangan primordial laten. Arketipe tidak dapat muncul sendiri, tetapi aktif muncul dalam bentuk mimpi, fantasi, dan delusi.
Persona adalah sisi kepribadian yang ditunjukkan kepada dunia. Pemilihan istilah ini sangat tepat karena mengacu pada topeng yang digunakan oleh pemain teater pada masa itu. Konsep ini muncul pada saat Jung harus mengakomodasi dunia luarnya. Jung percaya bahwa setiap manusia terlibat dalam peranan tertentu yang dituntut oleh sosial. Meskipun persona merupakan sisi yang penting dalam kepribadian kita, sebaiknya kita tidak mencampuradukkan bagian yang ditampilkan di depan publik dengan diri kita. Jika kita terlalu dengan dengan persona, maka kita akan membangun ketidaksadaran mengenai individualitas dan dibatasi dalam proses mencapai realisasi diri. Benar kita harus mendapat pengakuan sosial dengan cara mewujudkan harapan sosial, namun hal tersebut harus diperhatikan dengan kepribadian kita sebenarnya agar kita tidak kehilangan inner self.
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi masyarakat sebagai peranan yang diberikan masyarakat kepada seseorang. Apabila ego terlalu mengidentifikasi persona, maka dapat menjadi manusia tiruan belaka dan bukan manusia yang otonom.[6]
Bayangan merupakan arketipe dari kegelapan dan represi yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak kita akui keberadaannya serta berusaha disembunyikan dari diri kita sendiri dan orang lain. Bayangan mengandung kecenderungan keberatan moral sama dengan sejumlah kualitas konstruktif dan kreatif yang juga tidak ingin kita hadapi.
Anima adalah sisi psikologis pria yang bersifat feminin. Sisi feminin pria terbentuk dalam ketidaksadaran kolektif sebagai arketipe dan menetap di kesadaran. Jung percaya bahwa anima berasal dari pengalaman seorang pria dengan wanita, kakak perempuan, ibu, dan kekasih-kekasih yang digabungkan untuk membentuk gambaran umum mengenai wanita. Dalam perjalanannya, konsep umum ini menjadi bagian dalam ketidaksadaran kolektif dalam semua pria sebagai arketipe anima. Anima ini dapat menjadi sumber kesalahpahaman dalam hubungan pria-wanita dan juga merupakan faktor yang berperan dalam psike pria tentang seorang wanita yang memikat secara mistis.[7]
Animus adalah arketipe maskulin pada wanita, bila anima mempresentasikan mood dan perasaan yang irrasional, maka animus merupakan simbol dari proses berpikir dan bernalar. Animus mampu mempengaruhi proses berpikir seorang wanita yang sebenarnya tidak dimiliki oleh wanita.  Menurut Jung animus bertanggung jawab dalam proses berpikir dan berpendapat seorang wanita, sama dengan anima yang menghasilkan perasaan dan mood seorang pria.
Animus juga merupakan penjelasan mengapa perempuan terkenal dengan proses berpikir yang irrasional dan pendapatnya tidak logis. Menurut Jung ada beberapa pendapat wanita yang tidak valid dan tidak objektif. Pemikiran ini bukan dihasilkan oleh proses berpikir namun memang tersedia untuk digunakan. Animus juga muncul dalam bentuk mimpi, penampakan, dan fantasi yang dilebih-lebihkan.
Great Mother adalah konsep tentang ibu yang selalu dikaitkan dengan perasaan positif dan negatif. Seorang ibu yang memiliki kasih sayang dan penuh cinta namun juga da ibu yang membiarkan anak-anaknya.
Wise Old Man merupakan sebuah arketipe dari kebijaksanaan dan keberartian yang menyimbolkan pengetahuan manusia akan misteri kehidupan.
Diri (self) adalah Suatu arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan. Diri adalah titik pusat kepribadian, disekitar mana semua sistem lain terkonstelasi. Ia mempersatukan sistem-sistem dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian. Diri sebagai suatu pusat sejati karena posisinya terletak di tengah-tengah kesadaran dan ketidaksadaran. Diri adalah tujuan hidup, suatu tujuan yang terus menerus diperjuangkan orang tetapi jarang tercapai. Gambaran pengalaman yang paling dekat dengan diri adalah pengalaman religius. Sebelum muncul diri, maka komponen kepribadian lainnya harus berkembang terlebih dahulu sepenuhnya dan terindividuasi.[8]

B.       Dinamika Kepribadian
Struktur kepribadian itu tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang terus menerus. Dinamika kepribadian itu disebabkan oleh energi psikis yang disebut libido. Libido adalah intensitas kejadian psikis yang hanya diketahui lewat peristiwa psikis.  Kepribadian adalah suatu sistem energi yang tertutupnya tidak sempurna karena dari sumber luar dapat masuk pada sistem ini.
Di samping ada penambahan dan pengurangan energi, dalam sistem kepribadian itu juga ada perubahan distribusi energi sebagai pengaruh dari luar. Knyataan bahwa kepribadian adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau dimodifikasi oleh sumber dari luar menunjukkan bahwa kepribadian tidak pernah mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitasi yang nisbi, stabilitas untuk sementara.
Kepribadian dikatakan sebagai suatu sistem yang tertutup karena kepribadian mempunyai prinsip mengatur diri sendiri atas dasar hukum tertentu. Hukujm pokok yang terdapat dalam sistem kepribadian adalah hukum kebalikan atau lebih tepatnya hukum pasangan berlawanan. Jung berpendapat bahwa tidak ada sistem kepribadian yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan. Dalam struktur kepribadian terdapat pasangan berlawanan. Pikiran-perasaan, pendirian-intuisi, kesadaran-ketidaksadaran, dalam keadaan bangun-dalam keadaan mimpi, anima-animus, aku bayang-bayang, dan sebagainya.
Dalam dinamika klepribadian ada dua prinsip pokok yaitu prinsip ekuivalens dan entropi. Prinsip ekuivalens itu analog dengan hukumj penyimpangan energi dalam thermodinamika yang mula-mula dirumuskan oleh Helmholtz yang mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya distribusinya yang berubah. Prinsip ekuivalens dalam kepribadian menyatakan bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu tidak hilang darikepribadian melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi dalam bentuk seluruh sistem kepribadian itu banyaknya energi tetap hanya didistribusinya yang berubah.
Prinsip kedua adalah entropi. Prinsip ini mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas pada yang lebih dingin. Prinsip ini menghasilkan keseimbangan kekuatan.
Apabila ada dua nilai yang tidak sama kekuatannya, maka energi akan mengalir dari yang lebih kuat k yang lebih lemah sampai keduanya seimbang. Demikian karena itu bukanlah sistem yang tertutup sama sekali, pertambahan dan pengurangan energi terhadapnya adalah mungkin, danini akan mengganggu keseimbangan.[9]
Kendatipun keseimbangan kekuatan yang permanen dalam kepribadian tidak pernah tercapai, tetapi hal ini merupakan keadaan yang selalu dituju oleh distribusi energi. Prinsip inilah yang menimbulkan hubungan kompensatoris antara pasangan yang berlawanan.
Gerak energi dalam kepribadian itu mempunyai arah, gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan gerak agresif. Gerak progresif adalah gerak kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus-menerus terhadap tuntutan kehidupan sadar.
Sedangkan gerak agresif disebabkan oleh kegagalan penyesuaian secara sadar dan terbangunnya ketidaksadaran melalui kompleks. Hal ini mengakibatkan individu kembali pada fase perkembangan yang telah dilewatinya atau menderita neurosis.
Kedua gerak energi progresif dan regresif adalah bentuk yang seharusnya ada pada kejadian psikis yang wajar. Progresif dan regresif hanya alat atau fase dalam bekerjanya energi. Regresig merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak sesuai dalam diri individu, tetapi dapat juga merupakan jalan untuk dapat memperkaya jiwa dengan cara memanggil gambaran yang ada dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran.[10]
Carl Gustav Jung menggabungkan pandangan teleology dan kasualitas. Dia memandang bahwa tingkah laku manusia itu ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu rasi (kausalitas), tetapi juga oleh tujuan dan aspirasi individu (teleologi). Menurut Jung, masa lampau individu sebagai akualitas maupun masa depan individu sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku individu.
Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke masa depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan restrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud, dalam hidup ini hanya pada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambing, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitive, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotic, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.[11]
1.         Kausalitas dan Teleologi
Motivasi berasal dari masa lalu dan tujuan teleologis. Kausalitas berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini memiliki asal usul pengalaman sebelumnya. Freud sangat meyakini dan berpegang pada kausalitas, namun Jung tidak sependapat pada Freud, karena Jung berpendapat bahwa teleologis juga mengambil tempat dalam mempengaruhi motivasi. Teleologis berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini dimotivasikan oleh tujuan dan aspirasi kedepan yang mengarahkan tujuan seseorang.
Jung mempunyai pandangan yang sama terhadap mimpi yang berasal dari pengalaman masa lalu. Namun Jung juga menambahkan bahwa mimpi dapat membantu orang dalam menentukan masa depan seseorang.
2.         Progresi dan Regresi
Progresi adalah bagaimana cara seseorang beradaptasi kepada dunia yang melibatkan aliran maju energi psikis. Sedangkan Regresi adalah cara seseorang beradaptasi yang menggunakan aliran maju energi psikis. Regresi menggunakan psike yang tidak disadari. Jika dipergunakan sendiri-sendiri maka tidak mampu menyelesaikan masalah, namun jika keduanya digunakan bersama-sama dan dioptimalkan, maka akan mengaktifkan proses perkembangan pribadi yang sehat.  Dalam hidup Jung pada masa paruh baya, regresi mendominasi hidupnya ketika progresi hampir berhenti. Ia lebih menghabiskan energi yang dimiliki untuk mengenali psikenya yang tidak disadari. Jung meyakini bahwa langkah regresif dibutuhkan untuk menciptakan sebuah kepribadian yang seimbang dan tumbuh menuju perealisasian diri.[12]
  

[1] Samsu Yusuf LN, A.Juntika Nurihsan, Teori Kepribaadian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.74-75.
[2] Agus Sujanto, dkk,  Psikologi Kepribadian, (Jakarta:Bumji Aksara, 2014), hlm. 69
[3] PurwaAtmaja Prawira, Psikologi Kepribadian dengan Perspektif Baru, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 216-217.
[4] Ibid., hlm. 217.
[5] Feist dan Feist, Teori Kepribadian, ( Jakarta, Salemba Humanika, 2012), hlm.123-124
[6] Ibid., hlm. 124-126.
[7] Ibid., hlm. 126-129.
[8] Ibid., hlm. 129-135
[9] Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan, Ibid., hlm. 85-87.
[10] Ibid., hlm. 87-88
[11] Chaplin, J.P, Kamus Lengkap Psikologi Kartini Kartono, penrj. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 145
[12] Ibid., hlm. 146.









BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Struktur Kepribadian
1.    Pengertian, Jung disini tidak menjelaskan tentang kepribadan melainkan tentang psyche. Adapun yang dimaksud dengan psyche adalah seluruh pemikiran, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
2.    Strukur Kepribadian ada dua yaitu Dimensi Kesadaran Kepribadian memiliki dua kompenen pokok, Yaitu : fungsi jiwa dan sikap jiwa dan yang kedua adalah Dimensi Ketidaksadaran Manusia yang terdiri dari dua macam yaitu Dimensi Ketidaksadaran Pribadi dan Dimensi ketidaksadaran Kolektif. Dimensi Kesadaran Kolektif terdiri dari beberapa macam, yaitu : Arketipe, Persona, Bayangan, Animus, Great Mother, Wise Old Man, dan diri.
3.    Dinamika Kepribadian, Struktur kepribadian itu tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang terus menerus. Dinamika kepribadian itu disebabkan oleh energi psikis yang disebut libido. Libido adalah intensitas kejadian psikis yang hanya diketahui lewat peristiwa psikis.  Kepribadian adalah suatu sistem energi yang tertutupnya tidak sempurna karena dari sumber luar dapat masuk pada sistem ini.
Dalam dinamika kepribadian ada dua prinsip pokok yaitu prinsip ekuivalens dan entropi. Prinsip ekuivalens itu analog dengan hukum penyimpangan energi dalam thermodinamika yang mula-mula dirumuskan oleh Helmholtz yang mengatakan bahwa jumlah energi itu selalu tetap hanya distribusinya yang berubah. Prinsip kedua adalah entropi. Prinsip ini mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas pada yang lebih dingin. Prinsip ini menghasilkan keseimbangan kekuatan.
Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambang, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitive, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotic, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.
Kausalitas dan Teleologi, Motivasi berasal dari masa lalu dan tujuan teleologis. Kausalitas berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini memiliki asal usul pengalaman sebelumnya. Teleologis berisi keyakinan bahwa peristiwa masa kini dimotivasikan oleh tujuan dan aspirasi kedepan yang mengarahkan tujuan seseorang.
Progresi dan Regresi, Progresi adalah bagaimana cara seseorang beradaptasi kepada dunia yang melibatkan aliran maju energi psikis. Sedangkan Regresi adalah cara seseorang beradaptasi yang menggunakan aliran maju energi psikis.

B.       Saran
Dari penjelasan diatas, penulis dapat memberikan saran yang sangat bermanfaat dan dapat membantu para psikolog untuk lebih mudah dalam memahami teori kepribadian menurut Carl Gustav Jung.
Penulis dapat memberikan saran kepada kepala sekolah untuk lebih mudah dalam memahami teori kepribadian menurut Carl Gustav Jung, yaitu:
1.         Teori kepribadian manusia berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, jadi jangan terpaku pada satu sisi saja dalam menilai kepribadian seseorang.
2.         Kondisi jiwa setiap orang juga berbeda-beda dan jangan menganggap semua jiwa seseorang itu sama satu sama lain.
3.         Karena jiwa setiap manusia berbeda, maka diperlukan adanya toleransi dalam hidup bermasyarakat dan beragama.
Demikian saran yang dapat saya sampaikan dan yang terakhir kami mengharapkan para pembaca dapat mengambil pelajaran dari laporan penelitian kami ini, dan dapat memberikan kritik dari setiap kesalahan yang ada, karena kami manusia biasa yang dhaif dan tak luput dari salah dan dosa, dan jika ada benarnya itu semata-mata dari Allah Swt.





DAFTAR PUSTAKA


Atmaja Prawira, Purwa. Psikologi Kepribadian dengan Perspektif Baru, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Feist dan Feist. Teori Kepribadian, Jakarta, Salemba Humanika, 2012
J.P, Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi Kartini Kartono, penrj. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Sujanto, Agus dkk.  Psikologi Kepribadian, Jakarta:Bumji Aksara, 2014.
Yusuf LN, Samsu, Juntika Nurihsan, A.. Teori Kepribaadian, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK

PENDEKATAN MANAJEMEN PESERTA DIDIK MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Peserta Didik yang diampu Bapak Abdul Aziz,...